Jakarta - Kasus korupsi kredit yang menjerat raksasa tekstil PT Sritex kembali menggemparkan publik. Kali ini, Kejaksaan Agung menaikkan status dua kakak beradik pemilik perusahaan menjadi tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk Iwan Setiawan Lukminto dan adiknya, Direktur Utama Iwan Kurniawan Lukminto, kini berhadapan dengan ancaman jeratan hukum yang lebih berat.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, membenarkan perkembangan mengejutkan ini.
"Terkait penanganan perkara Sritex, keduanya sudah ditetapkan dengan pasal TPPU," tegas Anang pada Jumat, 12 September 2025.
Langkah Kejagung ini bukan tanpa alasan. Tim penyidik menemukan indikasi kuat adanya aliran dana mencurigakan selama penyelidikan berlangsung.
Penetapan status tersangka TPPU terhadap kakak beradik Lukminto efektif berlaku sejak 1 September lalu, menandai babak baru dalam mega skandal kredit bertriliun rupiah ini.
Iwan Kurniawan Lukminto, sang adik yang menjabat Dirut Sritex, tampak berusaha mengelak dari jerat hukum.
Pria yang akrab disapa IKL ini berdalih bahwa segala keputusan yang diambilnya murni berdasarkan tanggung jawab jabatan, bukan kepentingan pribadi. Namun, pembelaan ini tampaknya belum cukup meyakinkan penyidik.
Kerugian negara dari ulah mereka diperkirakan menembus angka fantastis Rp1 triliun lebih. Jumlah ini belum termasuk potensi kerugian lain yang masih dalam tahap penghitungan.
Dalam perkembangan terkini, Kejagung menambah delapan nama dalam daftar tersangka, menjadikan total 11 orang yang terjerat kasus ini.
Para tersangka baru ini terdiri dari petinggi berbagai bank BUMN yang diduga terlibat dalam skema pemberian kredit bermasalah.
Bank BJB menyumbang tiga nama: mantan Dirut Yuddy Renaldi, Senior Executive Vice President Benny Riswandi, dan Dicky Syahbandinata yang memimpin divisi komersial dan korporasi.
Bank DKI tak luput dari sorotan dengan dua pejabatnya: Babay Farid Wazadi yang merangkap jabatan direktur kredit UMKM dan keuangan, serta Pramono Sigit yang mengendalikan bidang teknologi dan operasional.
Bank Jateng turut terseret dengan tiga petingginya: Dirut Supriyatno, Direktur Bisnis Korporasi Pujiono, dan SD yang memimpin divisi bisnis korporasi dan komersial.
Dari internal Sritex, Allan Moran Severino yang lama menjabat Direktur Keuangan juga ikut terjaring.
Sebelum melebar seperti sekarang, kasus ini dimulai dengan tiga tersangka utama: Iwan Setiawan Lukminto dari Sritex, mantan Dirut Bank DKI Zainuddin Mappa, dan Dicky Syahbandinata dari Bank BJB.
Akar masalah berawal dari praktik pemberian kredit yang diduga sarat pelanggaran. Sritex berhasil meraup kredit dari berbagai bank pemerintah dan swasta dengan total Rp 3,5 triliun yang hingga kini belum terlunasi.
Bank Jateng, Bank BJB, Bank DKI, dan 20 bank swasta lainnya terlibat dalam pemberian fasilitas kredit kontroversial ini.
Modus operandi yang diduga digunakan melibatkan manipulasi dokumen, mark-up nilai agunan, dan berbagai skema lain yang merugikan keuangan negara.
Pola ini memungkinkan Sritex memperoleh kredit dengan syarat yang sangat menguntungkan namun merugikan perbankan nasional.[]