Balige - Guru Besar Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Katolik Santo Thomas Medan, Posman Sibuea menyinggung soal kebiasaan omak-omak atau ibu-ibu boru Batak di saat pesta adat, meminta daging sampai dua kali.
Gambaran itu bisa dilihat di salah satu adegan film Ngeri Ngeri Sedap besutan sutradara Bene Dion Rajagukguk.
Seorang inang-inang atau boru Batak memasukkan daging pertama yang diterimanya dari parhobas (pelayan pesta) ke kantong atau ke tandoknya.
Lalu meminta daging lagi ke parhobas. Aksi omak-omak itu kepergok keluarga yang sedang menggelar hajatan pesta.
"Seorang ibu meminta daging dua kali. Satu dimasukkan ke kantong atau tandoknya itu, lalu tertangkap orang lain yang punya pesta, ngeles," kata Posman saat menjadi pembicara dalam diskusi daring bertajuk `Kuliner dalam Budaya Lokal` yang digelar penyelenggara Festival Literasi Balige pada Sabtu, 18 Juni 2022.
Posman juga menyinggung soal kegiatan marhobas saat ada pesta adat orang Batak.
Marhobas adalah suatu bentuk kerja sama dan kekerabatan, yang sayangnya sekarang justru banyak pihak menggantinya dengan katering.
"Ini sangat familiar zaman dulu," katanya.
Marhobas menurut dia, membangun kerja sama masyarakat lokal, masyarakat adat Batak. Kegiatan itu juga bisa menjadi perbaikan gizi bagi warga.
"Hanya memang sekali-sekali ada nuansa kurang jujur, disembunyikan dagingnya berhari-hari di bona ni pinasa (pohon nangka) atau di bona ni pisang (pohon pisang)," katanya.
Kuliner
Posman kemudian menuturkan bagaimana satu bangsa itu dikenal dari makanannya, dikenal dari budayanya.
Diungkapnya, sebuah survei menyebut promosi budaya yang paling tinggi itu melalui tari-tarian 31,8 persen.
Kemudian kuliner 24, 3 persen, upacara adat 11, 0 persen, pakaian atau kain 9,6 persen, pariwisata 5,3 persen, cerita rakyat 4,6 persen, dan patung ukiran 4,3 persen.
Melihat kuliner ada di urutan kedua, maka potensi makanan tradisional Batak lebih didorong untuk dikembangkan, seperti bagot ni horbo atau susu kerbau.
Posman kemudian menyebut bagaimana bagot ni horbo dibaur dengan saus naniarsik sehingga berwarna kuning dan itu sangat enak. Selalu ditemukan di acara adat-adat Batak.
Baca juga:
Minum Kopi Piltik Biar Gak Rittik, Ombus-ombus Las Kede di Siborongborong
Tangkahan, Surga yang Tersembunyi di Kabupaten Langkat Sumut
Gresita Siahaan, Putri Otonomi Indonesia 2022 Menjadi Wakil Mendagri
Dipaparkannya, jenis kuliner yang dicari wisatawan itu paling tinggi adalah makanan pendamping tanpa sup 29,4 persen, makanan ringan basah 23,0 persen.
Kemudian makanan pendamping sup 17,0 persen, makanan pendamping tanpa santan 8,9 persen, makanan ringan kering 8,1 persen, makanan utama 6,4 persen, dan minuman 4,5 persen.
"Kalau orang ke restoran yang dicari bukan nasi dan lauk, bukan tujuan orang berwisata kuliner. Mereka cari misalnya sop-sop, makanan ringan, kacang sihobuk, sasagun, tipa-tipa," katanya.
Dan dia menyarankan itu yang dikembangkan di Bona Pasogit atau di kampung halaman.
Diketahui bahwa makanan tradisional orang Batak itu kuat dalam bumbu. Dan ini menurut dia menjadi sebuah potensi.
Mulai dari naniura, naniarsik, natinombur, banihor (bagot ni horbo), saksang, bipang toba dan daun ubi tumbuk.
Bumbu-bumbu makanan ini juga sangat khas, seperti andaliman, antarasa, rias atau kecombrang, asam cikala, unte jingga, bawang batak, mobe, dan sotul.
"Kalau makanan naniarsik, naniura, natinombur, kembali diminati oleh masyarakat, maka dicari di mana bahan bakunya, di mana ada tanaman andaliman, di mana ada bawang batak," kata Posman.
Efeknya adalah terjadi pergerakan yang dahsyat di hulu. Akan ada budidaya andaliman, budidaya antarasa, menggerakkan roda-roda agronomi dan pertanian.
"Tentu juga makanan tradisional akan membuka ekonomi baru, akan ada restoran yang diminati masyarakat, tidak hanya suku Batak tapi juga non-Batak bahkan orang asing," bebernya.
Posman menegaskan, makanan tradisional juga memberikan aspek kesehatan. Belajar dari pandemi Covid-19, di mana masyarakat diajak mengkonsumsi tumbuh-tumbuhan dan minuman hangat dari jahe.[]