News Minggu, 02 Juli 2023 | 16:07

Orang Batak Menilai Negatif Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Lihat Foto Orang Batak Menilai Negatif Pemberantasan Korupsi di Indonesia Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi. (Foto: Ist)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Indikator Politik Indonesia merilis hasil temuan survei mereka per 20-24 Juni 2023. Salah satunya opini publik soal pemberantasan korupsi.

Disebutkan, kondisi ekonomi, kondisi politik, kondisi keamanan, kondisi penegakan hukum, dan kondisi pemberantasan korupsi, lebih banyak yang menilai positif ketimbang negatif, dan secara umum trennya tampak cenderung stabil.

"Kondisi pemberantasan korupsi lebih banyak yang menilai negatif ketimbang positif pada kelompok usia muda, etnis Batak, Betawi dan Minang, pendidikan dan pendapatan menengah atas, kalangan pegawai, wiraswasta dan ibu rumah tangga, dan terutama di wilayah DKI Jakarta dan Banten," kata Direktur Eksekutif Indikator Burhanuddin Muhtadi dalam rilisnya, Minggu, 2 Juli 2023 melalui kanal YouTube Indikator.

Lembaganya juga memotret soal kepercayaan publik terhadap lembaga negara. Menurut hasil survei, secara umum mayoritas warga cukup atau sangat percaya terhadap lembaga-lembaga negara. 

Paling tinggi terhadap TNI (95.8%) dan Presiden (92.8%). Kemudian Kejaksaan Agung (81.2%), Polri (76.4%), KPK (75.7%), MPR (73.8%), DPD (73.3%), DPR (68.5%) dan Partai Politik (65.3%).

"Secara umum tren tingkat kepercayaan cenderung mengalami peningkatan dibanding temuan sebelumnya, terutama Polri dan KPK pada kelompok lembaga penegak hukum," jelas Burhanuddin.

Disebutnya, Kejaksaan Agung dinilai paling tinggi tingkat kepercayaannya dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, tapi Polri tampak mengalami peningkatan terbesar dibanding temuan sebelumnya, baik dalam penegakan hukum maupun dalam pemberantasan korupsi.

Sementara itu, mayoritas publik juga merasa cukup atau sangat puas (lebih dari 60%) atas kinerja Kepolisian dalam berbagai persoalan. Kepuasan paling rendah dalam pemberantasan Narkoba (62.7%).

Sekitar 29.8 persen warga mengetahui tentang anggota Polri yang mengabdi melebihi panggilan tugasnya, seperti menjadi guru bagi anak yang kurang mampu, menjadi guru ngaji, membangun rumah ibadah/panti asuhan, dll. 

Di antara yang mengetahui, sekitar 28.7 persen juga mengetahui bahwa mereka berada di lingkungan sekitar warga. Keberadaan mereka yang mungkin hanya di sekitar 8 persen, tapi kisahnya terdengar hingga sekitar 29-30 persen warga nasional.

Kasus perdagangan orang terhadap 26 orang WNI di Myanmar diketahui oleh sekitar 26 persen warga, di antara yang mengetahui mayoritas merasa cukup atau sangat puas dengan kinerja Kepolisian dalam memberantas TPPO, 67.7 persen.

Aplikasi SINAR dan SIGNAL, cukup banyak diketahui warga, sekitar 1/3 warga nasional mengetahuinya. Di antara yang mengetahui, mayoritas (lebih dari 70%) cukup atau sangat puas dengan layanan online yang disediakan Kepolisian tersebut.

Selain layanan perpanjangan SIM dan pajak kendaraan online yang disediakan, Kepolisian juga menyediakan layanan SKCK online, meski tingkat pengetahuannya lebih rendah ketimbang layanan SINAR dan SIGNAL, tapi tingkat kepuasan layanan SKCK online jauh lebih tinggi ketimbang SINAR dan SIGNAL, lebih dari 85 persen kelompok yang mengetahui layanan SKCK Online (22.8%) merasa cukup atau sangat puas.

"Hampir semua warga menilai hubungan TNI-Polri baik atau sangat baik (91.8%), dan cenderung semakin positif dibanding temuan sebelumnya," urainya.

Diungkap pula, mayoritas warga juga cukup atau sangat percaya Kepolisian mampu melakukan pembenahan internal, 69.7 persen. Dan harapan warga terhadap Polri ke depan terutama peningkatan kinerja dan profesionalitas, ini termasuk dalam mengayomi dan memberi rasa aman kepada warga, dan adil dalam menegakkan hukum.

Sementara itu, dibanding lembaga penegak hukum lain, Kejaksaan Agung paling tinggi tingkat kepercayaannya dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.

Konsisten dengan tingkat kepercayaan publik, warga juga cenderung menolak adanya keinginan untuk membatasi kewenangan Kejaksaan, yaitu hanya menuntut kasus korupsi saja. 

Mayoritas warga mendukung Kejaksaan memiliki kewenangan dalam menyelidiki, menyidik dan menuntut tindak pidana korupsi, 66.4 persen.

Sedangkan isu dugaan korupsi yang melibatkan mantan Menkominfo Johny G. Plate, yang saat ini sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung, diketahui oleh sekitar 22 persen warga. 

Di antara yang mengetahui, sekitar 80.4 persen percaya Johny G. Plate melakukan korupsi. Sekitar separuh warga yang mengetahui menilai bahwa isu tersebut murni persoalan hukum (50.4%) ketimbang isu yang lebih bermuatan politik (36.3%).

Berikutnya, isu besar yang menimpa institusi perpajakan belakangan cukup besar menarik perhatian warga nasional. 

BACA JUGA: Sejarah dan Rekam Jejak ACWG G20 dalam Pemberantasan Korupsi

Berawal dari kasus kriminal yang kemudian berkembang ke arah gaya hidup super mewah sang pelaku, belakangan pelaku diketahui merupakan anak dari pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Rafael Alun Trisambodo (RAT).

Kemudian diketahui bahwa RAT memiliki harta kekayaan yang tidak wajar di luar harta kekayaannya yang dilaporkan sebagai penyelenggara negara. Isu ini sangat krusial karena bisa mempengaruhi pendapatan utama negara, yaitu yang bersumber dari perpajakan.

Kasus kepemilikan harta kekayaan yang sangat besar di luar harta yang dilaporkan kepada negara ini diketahui oleh sekitar 36.6 persen warga nasional. Awareness warga cenderung sedikit menurun dibanding temuan dua bulan lalu.

Di antara warga yang mengetahui, mayoritas tetap percaya terhadap DJP sebagai institusi yang mengelola hasil pajak (bahkan tingkat kepercayaannya meningkat signifikan), dan mayoritas juga masih percaya untuk tetap membayar kewajiban pajaknya.

"Namun demikian, tampak ada gap yang sangat besar antara tingkat kepercayaan dengan kepatuhan untuk tetap membayar kewajiban pajak, sekitar 20 persen. Percaya terhadap DJP tidak lantas juga berarti percaya untuk tetap membayar pajak," katanya.

Ke depan ujar Burhanuddin, pendapatan utama negara, yaitu sektor perpajakan, sangat potensial mengalami penurunan. Oleh karena itu, kepercayaan publik untuk tetap membayar pajak harus dipulihkan.

BACA JUGA: Survei: Pemberantasan Korupsi Pemerintahan Jokowi-Ma`ruf Amin Semakin Buruk

Menurut kebanyakan warga, menghukum lebih berat pegawai pajak yang terbukti korupsi (33%) dan memecat pegawai pajak yang tidak bisa mempertanggung jawabkan kekayaannya yang melampaui kewajaran (29%), merupakan tindakan yang harus dilakukan oleh DJP untuk memulihkan kepercayaan publik.

Sebelumnya dijelaskan, populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.

Penarikan sampel menggunakan metode multistage random sampling. Dalam survei ini jumlah sampel sebanyak 1.220 orang. Sampel berasal dari seluruh Provinsi yang terdistribusi secara proporsional. 

Dengan asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel 1.220 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error--MoE) sekitar ±2.9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Quality control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20 persen dari total sampel oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih (spot check). Dalam quality control tidak ditemukan kesalahan berarti. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya