Hukum Kamis, 19 Januari 2023 | 19:01

Pengadilan Negeri Jayapura Diminta Hentikan Kriminalisasi Aktivis Papua

Lihat Foto Pengadilan Negeri Jayapura Diminta Hentikan Kriminalisasi Aktivis Papua Para aktivis Papua saat melakukan aksi tahun 2019. (Foto: Amnesty International Indonesia)
Editor: Tigor Munte

Jayapura - Pengadilan Negeri (PN) Jayapura diminta untuk menghentikan upaya kriminalisasi aktivis Papua pasca demonstrasi anti rasisme pada 19 Agustus 2019 dan 29 Agustus 2019.

Sejumlah aktivis dijerat pasal makar, diantaranya Agus Kossay, Buchtar Tabuni, Hengki Hilapok, Alexander Gobay, Irwanus Uropmabin, Fery Kombo, Franis Wasni alias Frans, dan Viktor Frederik Yeimo.

Mereka sudah diperiksa dan diadili dengan tuduhan makar di pengadilan negeri berbeda.

Agus Kossay, Buchtar Tabuni, Hengki Hilapok, Alexander Gobay, Irwanus Uropmabin, Fery Kombo di PN Balikpapan. Sedangkan Frans dan Viktor diperiksa di Pengadilan Negeri Jayapura. 

Agus Kossay, Buchtar Tabuni, Hengki Hilapok, Alexander Gobay, Irwanus Uropmabin, dan Fery Kombo divonis tak sampai satu tahun penjara.

Frans sesuai dengan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jayapura nomor: 27/PID/2022/PT JAP, majelis hakim memutuskan dengan menyatakan terdakwa Frans tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan jaksa penuntut umum dan membebaskan terdakwa dari dakwaan penuntut umum.

Melihat putusan PT Jayapura yang memberikan vonis bebas kepada Frans, ini juga bukti bahwa Agus Kossay Cs yang justru divonis bersalah merupakan upaya kriminalisasi.

"Dengan adanya putusan Pengadilan Tinggi Jayapura terhadap Frans yang tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan penuntut umum dan membebaskannya, menunjukan fakta adanya praktik kriminalisasi (pemakaian) pasal makar yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap aktivis Papua," kata Emanuel Gobay dari Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua dalam keterangannya, Kamis, 19 Januari 2023 diterima Opsi.

Baca juga: Richard Eliezer Dituntut 12 Tahun Penjara, Pengunjung Sidang Ricuh

"Muncul pertanyaan tersendiri, untuk apa majelis hakim Pengadilan Negeri Jayapura masih melakukan penuntutan terhadap terdakwa Viktor Fredrik Yeimo?" imbuhnya.

Pasal 76 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP menegaskan bahwa kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap. Dalam artian hakim Indonesia, termasuk juga hakim pengadilan swapraja dan adat, di tempat-tempat yang mempunyai pengadilan-pengadilan tersebut. 

Baca juga: Kapolda Papua Barat Perintahkan Tangkap KKB Hidup atau Mati

Jika putusan yang menjadi tetap itu berasal dari hakim lain, maka terhadap orang itu dan karena tindak pidana itu pula, tidak boleh diadakan penuntutan dalam hal putusan berupa pembebasan dari tuduhan atau lepas dari tuntutan hukum.

"Putusan berupa pemidanaan dan telah dijalani seluruhnya atau telah diberi ampun atau wewenang untuk menjalankannya telah hapus karena daluwarsa maka semestinya praktik penuntutan terhadap Viktor Fredrik Yeimo dihentikan," kata Emanuel.

Lantaran sambung dia, atas peristiwa aksi demonstrasi anti rasisme pada 19 Agustus 2019 dan 29 Agustus 2019 di Jayapura, pengadilan telah memeriksa dan memvonis Agus Kossay cs. 

"Kami Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua selaku kuasa hukum Viktor F Yeimo menegaskan kepada majelis hakim segera menghentikan praktik kriminalisasi pasal makar terhadap Viktor F Yeimo," tegas dia.

Pihaknya juga menegaskan kepada Ketua PN Jayapura segera menghentikan penuntutan terhadap peristiwa hukum yang sudah berkekuatan hukum tetap sebagaimana dalam putusan nomor: 27/PID/2022/PT JAP.

Meminta Ketua Komisi Yudisial mengawasi proses pemeriksaan perkara nomor: PDM-42/JPR/Eku.2/08/2021 terhadap terdakwa Viktor F Yeimo di PN Jayapura. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya