Pematangsiantar – Anggota MPR RI, Pdt. Penrad Siagian, menggelar Sosialisasi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di Kota Pematangsiantar, Sumatra Utara (Sumut) pada Minggu, 23 Februari 2025.
Kegiatan yang berlangsung di Aula Pascasarjana Universitas Simalungun (USI) ini bekerja sama dengan Universitas Simalungun dan Mata Publik.
Dalam sesi diskusi, peserta mengajukan sejumlah pertanyaan terkait implementasi konsensus berbangsa, khususnya dalam konteks Bhineka Tunggal Ika dan keberagaman di Indonesia.
Salah satu peserta menyoroti minimnya pengajaran agama Kristen di sekolah negeri di daerah mereka, meskipun mayoritas penduduknya beragama Kristen.
Menanggapi hal ini, Penrad Siagian menegaskan bahwa konsensus Bhineka Tunggal Ika seharusnya telah masuk dalam dunia pendidikan. Namun, ia mengakui bahwa keterbatasan pemerintah menyebabkan beberapa hak kewargaan, termasuk layanan pendidikan agama, belum terpenuhi secara optimal.
"Namun hal ini harus terus disuarakan dan diperjuangkan sehingga hak-hak kewargaan masyarakat maupun anak-anak dalam dunia pendidikan tetap didapatkan dan dipenuhi oleh negara melalui pemerintah," kata Penrad.
Peserta lainnya mempertanyakan upaya menjaga keberagaman di Kota Pematangsiantar, serta perlunya sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan lebih sering dilakukan bagi generasi muda.
Menanggapi hal ini, Penrad Siagian menyatakan bahwa pendidikan Empat Pilar bisa diperbanyak jika kampus dan kelompok muda lebih aktif berkolaborasi dengan anggota MPR RI terutama dari kelompok DPD RI.
Lebih lanjut, ia mendukung penguatan pendidikan kebangsaan melalui SOS MPR agar generasi muda terus memahami dan menghayati hidup berbangsa dan bernegara.
"Saya setuju bahwa pendidikan 4 pilar ini harus lebih digalakkan agar masyarakat terutama anak muda terus mengingat adanya konsensus kehidupan berbangsa dan bernegara melalui 4 pilar tersebut," tuturnya.
Menyoal harmoni dalam keberagaman, Penrad menegaskan bahwa pemenuhan hak-hak kewargaan harus diutamakan. Harmoni, menurutnya, akan tumbuh secara alami ketika hak-hak tersebut terpenuhi oleh negara.
"Jangan sampai demi menjaga harmoni (yang sebenarnya itu semu) hak-hak kewargaan kita sebagai warga negara tidak dipenuhi oleh negara," tuturnya.
Selain itu, ia pun mendapatkan pertanyaan dari seorang peserta terkait minimnya tokoh yang mampu menyatukan keberagaman di Sumatra Utara.
Pandangan Penrad, banyak tokoh yang sebenarnya bisa diajak berdialog mengenai keberagaman tersebut. Namun, jejaring komunikasi para tokoh itu masih terbilang lemah.
Oleh sebabnya, dia mendorong USI dan institusi lainnya untuk lebih sering mengadakan dialog antaragama dan antarsuku agar muncul sosok-sosok pemersatu yang dapat menjaga keberagaman dan kerukunan di Sumatra Utara.
"Sehingga akhirnya ketemu tokoh-tokoh yang bisa mempersatukan segala perbedaan yang ada di Sumatra Utara ini dan menjaga kerukunan yang selama ini sudah terbangun," kata dia.
Mahasiswa yang hadir juga mempertanyakan materi mengenai kehidupan keberagaman untuk lebih sering diberikan di kampus.
Sebagai solusi, Penrad menyampaikan bahwa materi tersebut dapat diakses melalui barcode yang disediakan oleh panitia.
"Di sana banyak materi yang bisa dipelajari dan didiskusikan di kelompok mahasiswa atau antar kelompok mahasiswa agar tetap menghayati dan memahami mengenai 4 pilar konsensus berbangsa," ucap Pdt. Penrad Siagian.[]