Tangerang - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa transaksi judi online di Indonesia telah mencapai Rp 976,8 triliun sejak 2017 hingga semester pertama tahun 2025.
Data ini disampaikan dalam Forum Group Discussion (FGD) bertajuk `Optimalisasi Pemanfaatan Data PPATK dalam Rangka Mendukung Pemberantasan Korupsi dan Judi Online` di BSD, Serpong Damai (BSD), Tangerang, pada Kamis, 30 Oktober 2025.
Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono, menjelaskan bahwa angka fantastis ini mencerminkan maraknya aktivitas judi daring yang terus berkembang.
"Berdasarkan analisis PPATK, perputaran dana judi online dari tahun 2017 hingga semester I tahun 2025 telah menembus Rp 976,8 triliun," ujar Danang saat membuka diskusi.
Menurut data yang disajikan, selama periode tersebut tercatat sebanyak 709 juta transaksi judi online.
Pertumbuhan jumlah pemain juga menunjukkan lonjakan signifikan, dari 3,79 juta orang pada 2023 menjadi 9,78 juta orang pada 2024, dengan total deposit mencapai Rp 51,3 triliun.
"Selama periode tersebut, jumlah pemain pun meningkat tajam," tambah Danang, menekankan urgensi penanganan isu ini.
Selain judi online, Danang juga menyentuh isu tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang sering terkait dengan korupsi.
Ia menyebut kasus TPPU dengan tindak pidana awal korupsi masih mendominasi.
Sejak Januari 2020 hingga Agustus 2025, PPATK telah menyampaikan 1.681 Produk Intelijen Keuangan (PIK) terkait indikasi korupsi kepada aparat penegak hukum dan kementerian/lembaga terkait.
"PPATK telah menyampaikan 1.681 Produk Intelijen Keuangan (PIK) dengan indikasi tindak pidana korupsi kepada aparat penegak hukum dan Kementerian/Lembaga terkait," katanya.
Kegiatan FGD ini diikuti oleh 54 peserta dari berbagai instansi pemerintah.
Diskusi difokuskan pada pembangunan prosedur baku antarinstansi untuk merespons temuan keuangan yang mengindikasikan pelanggaran hukum serta pelanggaran disiplin Aparatur Sipil Negara (ASN).
Danang menekankan pentingnya pemanfaatan data intelijen secara optimal.
"PPATK ingin memastikan bahwa pemanfaatan data intelijen keuangan tidak berhenti pada tahap analisis, tetapi menjadi dasar pengambilan kebijakan, tindakan penegakan hukum, serta penegakan disiplin ASN yang cepat dan terukur," tuturnya.[]