Pilihan Minggu, 10 Juli 2022 | 11:07

Sejarah Iduladha dan Kisah Perjalanan Nabi Ibrahim

Lihat Foto Sejarah Iduladha dan Kisah Perjalanan Nabi Ibrahim Ilustrasi perjalanan. (buletinmitsal.com)

Jakarta - Seluruh umat Islam di berbagai berlahan dunia merayakan Hari Raya Iduladha. Hari raya ini menjadi salah satu perayaan penting dalam kalender Hijriah dalam setiap tahunnya dan bisa mengingatkan pula pada kisah perjalanan Nabi Ibrahim.

Hari raya kurban menjadi momentum baik untuk saling berbagi antar umat manusia. Namun, di balik itu semua, hari raya Idul Adha juga bisa dijadikan momentum untuk memotong bibit kebencian dan sikap tidak baik apabila masih ada dalam diri kita masing-masing.

Saling membersihkan batin, hati dan diri, untuk saling memaafkan berbagai kekhilafan. Banyak makna kehidupan yang bisa dipetik apabila ingin ditelusuri lebih jauh tentang Hari Raya Idul Adha yang bisa dijadikan sebagai pedoman hidup.

Biasanya, umat muslim di berbagai daerah akan mengawali hari raya ini dengan Salat Id. Setelah salat, dilanjutkan dengan penyembelihan hewan kurban. Nantinya, daging sapi atau kambing akan dibagikan, utamanya kepada warga kurang mampu.

Nabi Ibrahim Mendapat Perintah dari Allah SWT

Ibadah kurban disyariatkan Allah SWT untuk mengenal sejarah Idul Adha yang dialami oleh Nabi Ibrahim. Peristiwa kurban diabadikan di dalam QS as-Shaffat, 102-107. Ayat ini mengisahkan Nabi Ibrahim bermimpi mendapat perintah menyembelih putranya, Ismail, yang mencapai umur balig.

Dalam kitab Tafsir An-Nasafi dan Tafsir Ibnu Katsir dicatat bahwa putranya ketika itu sedang berumur 13 tahun. Pada saat itu, Nabi Ibrahim, bersedia dan dengan ikhlas menyembelih putranya atas perintah Allah SWT. Dengan kuasa-Nya, Allah SWT menggantikan Ismail dengan seekor gibas atau domba, untuk menjadi kurban.

Maka bagi umat muslim yang memiliki harta lebih, diharuskan menyembelih hewan kurban. Sebagian ulama berpendapat, hal tersebut wajib dilakukan bagi orang yang mampu. Namun, ada yang berpendapat bahwa hal ini sebagai sunnah.

Terlepas dari perdebatan itu, maka dari peristiwa kurban, umat manusia dapat memetik hikmah tentang pentingnya ilmu ikhlas, yaitu tatkala Nabi Ibrahim rela menyembelih anaknya, karena sangat menuruti dan atas dasar kecintaannya kepada Allah SWT. Maka apa pun yang diperintahkan, akan dikerjakan Ibrahim.

Ilustrasi Idul Adha. (foto: centroelim.org)

Meneruskan catatan Kureta.id, tokoh agama Kota Lhokseumawe Tgk. Asnawi mengisahkan, Ibrahim memiliki harta yang cukup banyak, lembunya mencapai 1.000 ekor, dombanya 3.000 ekor dan untanya mencapai lebih 100 ekor.

“Maka saat orang bertanya kepada Nabi Ibrahim, hewan ternak itu milik siapa. Maka ia menjawab, semuanya itu adalah milik Allah SWT dan kalau Allah menghendaki untuk menyerahkan kepadanya, maka siap saya serahkan,” tutur Tgk. Asnawi.

Semua yang dikorbankan Nabi Ibrahim semata untuk melaksanakan perintah Allah. Berbagai cobaan diterima olehnya, dan dengan sabar pula ia menghadapinya. Apa pun untuk taat dan menambah ketakwaannya.

Tgk. Asnawi menceritakan ada saat di mana Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah SWT untuk menempatkan istrinya, Hajar, bersama Ismail, putranya, yang saat itu masih menyusui, di suatu lembah tandus tak berpenghuni. Suasananya gersang, sebatang pohon pun tidak tumbuh.

Namun, Ibrahim tidak pernah sedikit pun menolak perintah Allah SWT. Tempat sunyi sepi itu berada di sebelah utara, jaraknya sekitar 1.600 kilometer dari Palestina. Di sana istri dan anaknya ditinggal.

“Meskipun sudah seperti itu, maka Nabi Ibrahim tidak mengeluh sama sekali. Setiap harinya ia hanya berdoa kepada Allah agar bisa diberikan rezeki dan bisa hidup dengan nyaman di tempat itu,” ucap Tgk. Asnawi.

Beberapa tahun kemudian, Nabi Ibrahim mengunjungi istri dan anaknya di lembah yang gersang itu. Ia mendapatkan perintah lagi dari Allah, kali ini untuk menyembelih putra kesayangannya, Ismail.

Menurut Tgk. Asnawi, ada beberapa riwayat yang mengatakan mengenai perintah menyembelih putra Nabi Ibrahim merupakan jawaban Allah kepada malaikat. Kala itu, katanya, ada yang cemburu, karena diberikan khalil dan sibuk dengan hartanya yang banyak.

“Maka Allah langsung menjawab, wahai malaikat jangan engkau menilai Ibrahim dengan sisi lahiriah-nya, tetapi dengan apa yang semua ia miliki itu tidak akan menjadi hambatan untuk kasih sayang dan mencintai saya,” kata Tgk. Asnawi.

Maka, untuk membuktikan, Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyembelih putra kesayangannya itu. Saat ia berdialog dengan Ismail, tidak ada penolakan sama sekali dari putranya atas perintah Allah, dan bersedia untuk disembelih.

Sehingga, Tgk. Asnawi menerangkan, Allah SWT menggantikan pengorbanan Nabi Ibrahim kepada Ismail, menyembelih dengan tangannya sendiri.

Allah SWT berfirman “kami gantikan kurbannya itu dengan seekor kibas, kemudian itu akan kucatat untuk kisah orang-orang yang datang dikemudian hari.”

“Ajaran kurban itu disyariatkan kepada kita, meskipun itu hukumnya sunnah dan ada yang berpendapat kurban merupakan hal yang wajib. Maka bagi orang yang mampu dan tidak mau berkurban, maka tidak akan mendapatkan syafaat dari Rasulullah,” tuturnya.

Kurban Lebih Penting dari Syiar Lain

Sapi kurban. (Foto: Opsi/Netizen)

Pelaksanaan kurban pada hari Raya Idul Adha, merupakan syiar penting dari syiar-syiar lainnya. Apalagi penyembelihan hewan kurban sangat identik dengan hari Raya Idul Adha.

Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (NU) Kota Lhokseumawe Rizwan H Ali mengatakan, dalam Idul Adha ada beberapa syiar, seperti takbir dan puasa arafah. Namun, yang lebih penting dari itu semua adalah syiar untuk berkurban.

“Penamaan sebagai Hari Raya Idul Adha, karena ada perintah untuk berkurban. Maka berkurban merupakan syiar utama dan apalagi hal ini tidak dilakukan, maka telah menghilangkan makna hari raya tersebut,” terangnya.

Rizwan berpandangan, apabila dilihat dari sisi sosial, berkurban tentunya untuk memperlihatkan rasa solidaritas antara sesama manusia, di mana orang yang memiliki harta lebih bisa berbagi dengan seluruh masyarakat.

Sehingga, terbangun hubungan solidaritas yang kuat antara sesama umat Islam dengan cara membagikan hartanya kepada umat muslim lain yang membutuhkannya. Ajaran Islam sangat indah karena memuat cinta kasih antar sesama umat.

“Kalau di Hari Raya Idul Fitri dikenal dengan adanya fitrah, namun untuk Hari Raya Idul Adha, maka adanya kurban. Tentunya kurban ini memiliki sejarah yang panjang. Apabila kurban tidak dilakukan, maka telah menghilangkan makna Idul Adha,” tuturnya.

Begitu juga dengan pelaksanaan kurban di Kota Lhokseumawe, kata Rizman, tentunya tidak jauh berbeda sepeti di beberapa daerah lainnya. Biasanya sejumlah orang dan kepala daerah menyumbangkan hewan untuk dikurbankan.

Usai melaksanakan Salat Id, biasanya prosesi penyembelihan hewan dilakukan, tempatnya ada yang disembelih di meunasah (surau) dan tempat lapangan terbuka. Kemudian daging tersebut dibagikan kepada orang yang kurang mampu.

Selain itu, ada juga tradisi lainnya bagi kalangan pemuda yang mendapatkan jatah daging, kemudian memasaknya di meunasah atau tempat lainnya, lalu dimakan bersama-sama dengan masyarakat lainnya.

Hal tersebut, dikatakan Rizwan, merupakan simbol makna untuk mensyukuri datangnya hari raya Idul Adha dan juga bisa untuk menambah keakraban antara sesama, serta bisa juga menjalin silaturahmi dengan baik dengan sesama umat. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya