Malaysia - Pemerintah Malaysia telah membebastugaskan enam aparat Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) yang diduga terlibat dalam insiden penembakan terhadap lima Warga Negara Indonesia (WNI) di perairan Tanjung Rhu, Selangor.
Keputusan ini diambil untuk memastikan proses penyelidikan berjalan transparan dan adil.
Direktur Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Judha Nugraha, menyatakan, pihaknya mendorong investigasi menyeluruh. Tidak hanya terhadap WNI yang terlibat, tetapi juga terhadap aparat APMM yang melepaskan tembakan.
Judha menjelaskan, kasus ini dikenai tiga pasal hukum. Dua pasal dalam Penal Code Malaysia, yaitu pasal 307 tentang percobaan pembunuhan dan pasal 186 tentang perlawanan terhadap aparat, dikenakan kepada WNI korban.
Sementara itu, aparat APMM dikenai Section 39 dari Akta Senjata Api 1960 Malaysia.
"Kita hormati proses penyelidikan yang sedang dilakukan Malaysia dan kita akan terus monitor hasilnya," ujar Judha dikutip dari Antara, Jumat 7 Februari 2025.
Terkait WNI yang ditahan oleh Polisi Diraja Malaysia (PDRM) dalam kasus ini, Judha menyatakan, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur sedang melakukan verifikasi identitas mereka.
Selain itu, Kemlu RI juga berkoordinasi dengan Kementerian Koordinasi Politik, Hukum, dan HAM (Kemenkopolhukam) untuk menyelidiki aspek hukum dari sisi Indonesia.
Judha menambahkan, di kapal yang membawa para korban tidak hanya terdapat penumpang, tetapi juga pihak yang diduga sebagai pelaku penyelundupan manusia.
Pemerintah RI berkomitmen untuk melakukan investigasi dan penegakan hukum terhadap pihak yang memberangkatkan para korban tersebut.
Sementara itu, mengenai salah satu WNI korban penembakan dan sempat dirawat di rumah sakit di Malaysia akhirnya meninggal dunia, Kemlu RI telah mendapatkan indikasi identitas korban.
Selanjutnya, kata Judha, pihaknya akan melakukan tes DNA korban untuk memastikan kecocokan dengan keluarga.
"Jadi kami sudah mendapatkan keluarganya dan juga akan melakukan tes DNA dengan pihak keluarga," ujar Judha.
Proses pemulasaran dan repatriasi jenazah ke Indonesia akan segera dilakukan setelah identifikasi selesai.
Namun, menurut Judha, proses ini cukup sulit karena korban tidak memiliki dokumen identitas apa pun.
Oleh karena itu, KBRI Kuala Lumpur menggunakan berbagai metode, termasuk rekam biometrik dan teknologi face recognition, untuk memastikan identitas korban. []