Jakarta - KPU enggan membuka data pencocokan dan penelitian (coklit), meski sudah diminta oleh Bawaslu.
Dalam pernyataannya, KPU tidak akan membukanya dengan alasan adanya zero sharing.
"Merupakan pernyataan yang kurang bijak," kata Leli Qomarulaeli, salah seorang deklarator Komunitas Pemilu Bersih (KoPi Bersih) di Jakarta, Jumat, 3 Maret 2023.
Dia mengingatkan, Bawaslu juga lembaga penyelenggara pemilu yang bertanggung jawab atas kerahasiaan dan kemungkinan penyalahgunaan data pemilih dalam proses pemutakhiran data.
“Coklit itu bagian dari proses atau tahapan pemilu. Proses pengawasan seharusnya dilakukan terhadap semua proses dalam tahapan pemilu,” ujar Leli.
Disebutnya, ketertutupan KPU atas proses ini justru akan membuat publik semakin tidak percaya kepada lembaga penyelenggara pemilu.
“Apalagi sekarang ini, KPU lagi didera efek negatif putusan pengadilan yang menunda pemilu,” tambahnya.
Leli berujar, terhambatnya akses data menyebabkan Bawaslu tidak dapat bekerja maksimal.
Tidak dapat memastikan proses pemutakhiran data pemilih telah berjalan tanpa masalah, telah mampu menyortir data pemilih ganda, bermigrasi, pemilih pemula, termasuk pemilih yang belum terdaftar karena berganti domisili.
BACA JUGA: Begini Sikap KPU Terhadap Putusan PN Jakpus soal Penundaan Pemilu 2024
"Pengawasan juga perlu dilakukan terhadap data pemilih hantu atau ghost voters yang selama ini sering menjadi modus pembengkakan suara pemilih," terangnya
Pihaknya kemudian menekankan pentingnya pendataan pemilih warga negara yang belum terjangkau administrasi pemerintahan di daerah terpencil dan terisolasi.
Seperti masyarakat adat yang hidup di dalam hutan (enclave area), pulau-pulau terpencil dan terluar juga warga negara yang bekerja di kawasan-kawasan tertutup seperti industri tambang dan kebun.
Pemutakhiran data pemilih dilakukan untuk mencocokan data pemilih dari beberapa basis data pemilih, yaitu data penduduk potensial pemilih (DP4-Kemendagri), Data Pemilih Berkelanjutan (KPU), dan daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019.
Hal ini sesuai dengan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 12 huruf (f) tentang tugas KPU. Di mana KPU memutakhirkan data pemilih sesuai dengan data pemilu terakhir dengan memperhatikan data kependudukan yang disiapkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri.
Di sisi yang lain, Bawaslu berwenang melakukan pengawasan setiap tahapan pemilu sesuai dengan mandat undang-undang yang sama, yaitu Pasal 93 huruf d angka 1.
Salah satu tugas Bawaslu adalah melaksanakan pelaksanaan tahapan pemutakhiran data pemilih, penentuan daftar pemilih sementara (DPS), dan daftar pemilih tetap (DPT).
Hal ini diperkuat dengan kewenangan Bawaslu yang diatur dalam Pasal 95 huruf g di mana Bawaslu berwenang untuk meminta bahan keterangan kepada pihak terkait dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran pemilu.
"Berdasarkan ketentuan di atas, Bawaslu berwenang masuk dan mengawasi proses pemutakhiran data dalam artian untuk mengetahui proses coklit yang sedang dilakukan oleh KPU," tukas Leli.
KoPi Bersih kata Leli, menilai pernyataan Komisioner KPU bahwa Bawaslu hanya akan diberikan akses untuk melihat hasil dari proses coklit, yaitu DPS dan DPT tidak tepat dan terkesan menutup-nutupi proses tersebut agar tidak terendus pengawasan dan tidak diketahui publik.
Berdasarkan data dan keterangan yang dihimpun oleh relawan KoPi Bersih, banyak kendala dan tantangan yang muncul di daerah terkait proses pemutakhiran data pemilih.
Terutama proses coklit yang dilakukan oleh petugas KPU baik di beberapa daerah maupun di luar negeri.
Dari informasi proses di beberapa PPLN misalkan terdapat kegamangan terkait bagaimana proses coklit akan dilakukan.
Persoalan Dana
Selain karena dana dari KPU di Indonesia belum turun, para petugas seolah tidak memiliki panduan untuk melakukan coklit dengan kondisi tidak ada dukungan pendanaan.
Sehingga hanya bisa mengandalkan proses coklit secara online dengan mempergunakan sarana pendaftaran yang justru tidak aman, yaitu form online dari platform yang terbuka seperti google form yang sangat rentan dan mengancam kerahasiaan data pemilih.
BACA JUGA: PN Jakarta Pusat Perintahkan KPU Tunda Pemilu 2024, Jeirry: Itu Berlebihan
Terkait buruknya pelaksanaan Pemutakhiran Data Pemilih ini juga, pihaknya kata Leli, juga mempertanyakan anggaran untuk Pemutakhiran Data Pemilih TA 2023, yaitu sebesar Rp 22.477.209.000 digunakan.
"Sementara di daerah dan PPLN luar negeri terus menjerit tidak memiliki dana untuk melakukan pemutakhiran data pemilih. Sementara di sisi yang lain kabar yang beredar justru ramainya kunjungan perjalanan dinas ke luar negeri dari KPU Pusat," ungkapnya.
Desakan
Seturut dengan itu, KoPi Bersih mendesak KPU untuk membuka proses dan data terkait pemutakhiran data pemilih agar dapat diawasi prosesnya oleh Bawaslu, dan dapat meminimalisir kemungkinan potensi kecurangan.
KPU juga harus menjelaskan penggunaan anggaran untuk pemutakhiran pemilih yang cukup besar dan segera membuat desk pelaporan bagi pemilih yang merasa belum tersentuh oleh proses pemutakhiran data yang sedang berjalan.
"Sementara untuk Bawaslu, kami mendorong agar lembaga ini menggugat transparansi atas data pemutakhiran pemilih sesuai dengan UU. Selain itu, lembaga ini juga harus mengembangkan model pengawasan terintegrasi secara offline dan online dalam bentuk pengawasan partisipatif," tandasnya. []