Hukum Kamis, 28 Juli 2022 | 14:07

Ini Masalah Serius, Penggunaan Senjata oleh Aparat Kepolisian

Lihat Foto Ini Masalah Serius, Penggunaan Senjata oleh Aparat Kepolisian Ilustrasi senjata api. (Foto: Istimewa)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Menyusul kasus tewasnya Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyoroti penggunaan kekuatan senjata api oleh kepolisian.

Koalisi yang terdiri dari sejumlah organisasi masyarakat sipil tersebut menilai, soal penggunaan senjata api memang menjadi masalah serius yang perlu dibenahi dalam institusi kepolisian. 

Erasmus Napitupulu selaku juru bicara Koalisi ini menyebut, aparat kepolisian perlu memperhatikan Resolusi Majelis Umum PBB No. 34/169 mengenai prinsip-prinsip berperilaku bagi aparat penegak hukum yang dituangkan dalam Code of Conduct Law Enforcement dan UN Basic Principle on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials mengenai penggunaan kekerasan dan penggunaan senjata api.

Disebutnya, terdapat tiga asas esensial dalam penggunaan senjata kekerasan dan senjata api yang penting untuk diperhatikan polisi, yaitu asas legalitas (legality), kepentingan (necessity), dan proporsional (proportionality)

"Sungguh pun penggunaan kekerasan dan senjata api tidak dapat dihindarkan, aparat penegak hukum harus mengendalikan sekaligus mencegah dengan bertindak secara proporsional berdasarkan situasi dan kondisi lapangan," katanya dalam pernyataan pers diterima Opsi.id, Kamis, 28 Juli 2022.

Menurutnya, penyalahgunaan kekerasan dan senjata api dapat mengakibatkan petugas mendapatkan masalah, apalagi yang mengakibatkan kematian. 

Penyalahgunaan kewenangan ini mengakibatkan pelanggaran pidana sekaligus pelanggaran atas harkat dan martabat manusia. 

Ditegaskan, penggunaan senjata api jelas sebagian kecil dari problem kewenangan besar kepolisian yang minim pengawasan dan kontrol sehingga berujung pada pelanggaran HAM dan tindakan sewenang-wenang lainnya. 

Baca juga:

Ini Alasan Komnas HAM Belum Panggil Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi

Laporan dari Komnas HAM menunjukkan sebanyak 71 tindakan kekerasan dan 39 tindakan penyiksaan yang dilakukan oleh kepolisian dalam kurun waktu dua tahun terakhir, yaitu 2020-2021. 

Data lain dari KontraS, pada Juni 2021 hingga Mei 2022, terdapat 31 kasus penyiksaan polisi, data ini selalu berulang tiap tahunnya. 

Rangkaian data itu kata Erasmus, menunjukkan bahwa tindakan sewenang-wenang kepolisian dari mulai penyiksaan sampai penggunaan kekerasan berlebih selalu berulang terjadi tanpa ada evaluasi dan penyelesaian kasus yang transparan dan akuntabel.

Dalam problem yang sudah sangat sistemik dan struktural di tubuh kepolisian ini, pihaknya meminta Presiden dan DPR untuk menjadikan kasus ini sebagai catatan tersendiri bagi perlunya sebuah mekanisme akuntabilitas pemeriksaan yang efektif dan terbuka bagi aparat Polri yang melanggar. 

Baca juga:

Sudahi Praktik Penyalahgunaan Wewenang dan Kekuatan di Tubuh Polri

"Adanya konflik kepentingan dan wewenang mutlak penyidikan Polri menjadi alasan untuk memikirkan sebuah mekanisme khusus atau lembaga eksternal independen yang diberi kewenangan menyidik kasus seperti ini," terangnya.

Dalam kaitan dengan penanganan perkara Brigadir Josua yang masih berjalan, Koalisi kata Erasmus, mempertanyakan posisi dari Irjen Ferdy Sambo yang dalam Surat Perintah Kapolri Nomor: Sprint/1583/2022 sebagai Kasatgassus Polri yang dengan jabatannya sangat mungkin mempengaruhi proses pemeriksaan ulang yang sekarang sedang berjalan. 

Perbaikan di sektor perundangan jelas dibutuhkan, KUHAP dan aturan lain yang menyangkut pengawasan kewenangan kepolisian sudah tak lagi efektif, perlu politik hukum yang kuat untuk membenahi hal ini.

Lebih dari itu, reformasi kepolisian juga harus meliputi reformasi di level instrumental dan juga reformasi kultural. 

Reformasi kepolisian harus dapat menempatkan institusi kepolisian untuk dapat bekerja dalam koridor prinsip negara hukum yang menghormati prinsip due process of law. 

Penghormatan atas hak hak asasi manusia dalam menangani masalah hukum yang terjadi penting untuk diperhatikan agar tidak terjadi praktik kekerasan yang berlebihan. 

"Reformasi kepolisian juga menuntut agar kepolisian dapat bekerja secara profesional, akuntabel dan transparan. Dalam konteks itu, penuntasan kasus J adalah bagian dari ujian dari proses reformasi kepolisian itu sendiri," tandasnya. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya