Balikpapan - Menguatnya politik identitas dalam Pemilu 2024 menjadi sorotan Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pdt Gomar Gultom.
Diungkapnya dalam forum Sidang Majelis Pekerja Lengkap (MPL) PGI 2023 di Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu, 28 Januari 2023.
Menurut Gomar, politik identitas akan mengancam kemajemukan dan akan merobek tenun kebangsaan.
Disebutnya, tahun politik 2023-2024 diprediksi akan menjadi tahun yang cukup berat.
"Salah satu hal yang mengemuka saat ini adalah kekhawatiran akan politik identitas yang makin menguat, yang mengancam sendi-sendi kemajemukan kita dan akan merobek tenun kebangsaan kita,” ujarnya.
Gomar juga menyatakan keprihatinannya dengan upaya yang dilakukan banyak pihak menjadikan agama sebagai komoditi politik dan ekonomi untuk mendulang dukungan.
“Kami memang sangat prihatin dengan upaya menjadikan aspek-aspek agama dan simbol-simbol keagamaan dipertukarkan dan diperdagangkan menjadi komoditas politik atau ekonomi. Agama memang sudah lama menjadi komodifikasi dalam kontestasi politik, dan sangat diminati juga oleh para elit politik dalam mendulang dukungan untuk kepentingannya,” tukasnya.
Dia kemudian berharap kerja lintas iman di tengah masyarakat majemuk Indonesia harus semakin ditingkatkan.
Dialog antar agama dan kepercayaan harus dilihat sebagai kebutuhan nyata dan bukan sekadar kenikmatan intelektual, melainkan merupakan pergulatan yang menyentuh dan mengubah seluruh aspek kehidupan.
Baca juga: Dukung Polisi Siber Bawaslu, Jokowi: Faktor Kerawanan Pemilu Adalah Politik Identitas
Bahkan menurut dia, program lintas agama dan kepercayaan yang dilakukan harus dibebaskan dari jebakan basa-basi sosial-politik atau sekadar aktivitas reaksioner saat menghadapi gejolak sosial politik yang terjadi.
Menyikapi dinamika Pemilu 2024 tersebut, Gomar mengatakan bahwa dibutuhkan landasan etik dan moral dalam menyikapi pemilu kali ini.
Baca juga: Jokowi Ingatkan Bawaslu Bahaya Politik Identitas: Sering Dimulai dari Medsos
Peran gereja dibutuhkan untuk menanamkan moralitas politik kristiani kepada warganya. Gereja kata dia, punya kepentingan mendidik warganya untuk memilih wakil-wakilnya di parlemen atau pemerintahan, bukan hanya karena perhitungan primordial, sektarian dan sesaat.
Tetapi lebih karena nurani yang digerakkan oleh rasa keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat banyak.
“Saya merasa perlu kembali mengingatkan kita semua akan peran gereja dalam mempersiapkan warga menjadi politisi handal, mumpuni dan beriman teguh, bukan mengambil alih tugas tersebut secara langsung dengan ikut berkompetisi dengan warga jemaat melalui kontestasi Pemilu, baik sebagai peserta maupun sebagai tim sukses. Keterlibatan pimpinan gereja sedemikian akan membelah umat, karena preferensi pilihan politik yang berbeda-beda,” ujarnya.
Gomar juga mengingatkan gereja untuk mempersiapkan warga gereja untuk menjadi pemilih cerdas dan ikut terlibat dalam seluruh rangkaian tahapan pemilu, mulai dari tahapan pendataan pemilih, pendaftaran peserta hingga pada penetapan hasil. []