Jakarta - Sebuah video disertai narasi Walikota Cilegon Heldy Agustian dan Wakil Walikota Sanuji Pentamarta menandatangani penolakan pendirian gereja, viral di media sosial.
Belakangan, Heldy Agustian buka suara dengan merilis pernyataan klarifikasi perihal peristiwa tersebut. Dia bilang, penandatangan dilakukan demi memenuhi keinginan warga setempat
"Terkait dengan penandatanganan bersama yang dilakukan pada hari Rabu, 7 September 2022, perlu disampaikan bahwa hal tersebut adalah untuk memenuni keinginan masyarakat kota Cilegon yang terdiri dari ulama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan organisasi masyarakat." Kata Heldy, dikutip Opsi pada Kamis, 8 September 2022.
Menanggapi hal tersebut, Korwil III PP GMKI, Andreas Simanjutak menyampaikan Kepala Daerah tidak boleh takut terhadap tekanan massa.
Menurutnya, Walikota dan Wakil Walikota Cilegon harus memiliki iktikad baik untuk memenuhi keinginan umat kristiani di wilayah administrasinya.
"Pemerintah Kota Cilegon maupun Pemerintah Provinsi Banten tidak memiliki goodwill," katanya.
"Masyarakat tidak sulit untuk beribadah jika ada kemauan dari Walikota Cilegon atau Gubernur Banten untuk menfasilitasi," tutur Andreas Simanjutak.
Ilustrasi Gereja. (Foto: Pixabay)
Andreas mengatakan, dalam Undang-Undang Dasar Pasal 29 ayat 2, negara menjamin kebebasan beragama setiap rakyat. Menjamin, kata dia, artinya negara harus menfasilitasi rakyat untuk beribadah.
"Negara tidak boleh kalah dari kelompok intoleran," kata Andreas Simanjutak.
Lebih lanjut, Andreas Simanjutak meminta Menteri Agama untuk mencabut PBM 8 dan 9 tahun 2006 karena sangat mengatur tata kelola rakyat untuk melakukan ibadah.
"Menag segera cabut PBM 8 dan 9, dan segera gantikan dengan Perpres Kebebasan Umat Beragama" kata Andreas Simanjutak.
Andreas Simanjuntak juga meminta Perpres Kebebasan Umat Beragama mengatur alat negara, baik Kepala Daerah serta Lembaga Negara lainnya untuk menfasilitasi rakyat agar dapat menjalankan peribadatan sesuai dengan agama dan kepercayaan masing masing.
Andreas bilang, Perpres Kebebasan Umat Beragama harusnya mengatur sanksi bagi kepala daerah atau perangkat negara yang tidak menfasilitasi kebebasan umat beragama kepada masyarakat.
Ilustrasi Gereja. (Foto: Pixabay)
Dia juga menegaskan bahwa kepala daerah merupakan pimpinan politik. Artinya mereka memiliki gerbong politik dan pengaruh di masyarakat.
"Persoalan kebebasan umat beragama di Banten khususnya kota Cilegon akan sering terjadi, jika kepala daerahnya hanya bekerja untuk kelompok masyarakat tertentu," ucap Andreas Simanjutak.
Pada bagian akhir pernyataannya, Andreas menyampaikan bahwa negara harus tegas kepada kelompok intoleran yang melakukan tindakan kekerasan dan presekusi yang merusak hubungan harmonis antar umat beragama.
Baca juga: Yaqut Cholil Qoumas Janji Memperjuangkan Penerbitan Izin Gereja HKBP di Cilegon
Baca juga: Di Cilegon, Mendirikan Tempat Hiburan Lebih Mudah Ketimbang Gereja
"Perilaku intoleran itu bibit disintegrasi bangsa," ucap Andreas Simanjuntak. []