Jakarta - Terdakwa Ferdy Sambo mengatakan semula judul nota pembelaannya atau pleidoi adalah `Pembelaan yang Sia-Sia`. Namun saat dibacakan diberi judul `Setitik Harapan dalam Ruang Sesak Pengadilan`.
Dibacakannya dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana Yosua Hutabarat alias Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa, 24 Januari 2023.
Mantan Kadiv Propam Polri itu sebelumnya dituntut hukuman seumur hidup oleh jaksa penuntut umum pada sidang 16 Januari 2023 lalu.
Sambo menyebut, di tengah hinaan, caci-maki, olok-olok serta tekanan luar biasa dari semua pihak terhadap dirinya dan keluarga, dalam menjalani pemeriksaan dan persidangan perkara ini, acap kali membawanya dalam keputusasaan dan frustasi.
Berbagai tuduhan, bahkan vonis telah dijatuhkan kepadanya sebelum adanya putusan majelis hakim.
"Rasanya tidak ada ruang sedikit pun untuk menyampaikan pembelaan. Bahkan sepotong kata pun tidak pantas, perlu didengar lagi, dipertimbangkan dari seorang terdakwa seperti saya," katanya.
Menurut Sambo, selama 28 tahun bekerja sebagai aparat penegak hukum, dan menangani berbagai perkara kejahatan termasuk pembunuhan, belum pernah menyaksikan tekanan yang begitu besar terhadap seorang terdakwa sebagaimana yang dia alami hari ini.
"Saya nyaris kehilangan hak sebagai seorang terdakwa untuk mendapatkan pemeriksaan yang objektif, dianggap telah bersalah sejak awal pemeriksaan dan haruslah dihukum berat tanpa perlu mempertimbangkan alasan apapun dari saya sebagai terdakwa," ujarnya.
Media framing dan produksi hoaks terhadap dirinya sebagai terdakwa dan keluarga sangat intens terus dilancarkan sepanjang pemeriksaan. Berikut tekanan massa, baik di dalam maupun di luar persidangan yang kemudian telah mempengaruhi persepsi publik bahkan mungkin mempengaruhi arah pemeriksaan perkara.
"Mengikuti kemauan sebagian pihak termasuk juga mereka yang mencari popularitas di perkara yang tengah saya hadapi," ungkapnya.
Baca juga: Infografis: Alasan Jaksa Menuntut Ferdy Sambo Penjara Seumur Hidup
Sambo menyebut tidak memahami bagaimana hal tersebut terjadi sementara prinsip negara hukum yang memberikan hak atas jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara di mata hukum masih diletakkan dalam konstitusi negara ini.
Demikian pula prinsip praduga tidak bersalah atau presumption of innocence yang seharusnya ditegakkan berdasarkan artikel 11 deklarasi universal hak asasi manusia, demikian pula Pasal 8 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menegaskan bahwa setiap orang yang dituntut dan dihadapkan di persidangan dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan yang menyatakan kesalahannya.
Sambo menyebut, beragam tuduhan telah disebarluaskan di media dan masyarakat seolah dirinya adalah penjahat terbesar sepanjang sejarah manusia.
Dituduh secara sadis melakukan penyiksaan terhadap almarhum Yosua Hutabarat sejak di Magelang.
Begitu juga tudingan sebagai bandar narkoba dan judi, melakukan perselingkuhan dan menikah sirih dengan banyak perempuan, perselingkuhan istrinya dengan Yosua dan Kuat Ma`ruf.
Melakukan LGBT, memiliki bunker yang penuh dengan uang sampai dengan penempatan uang ratusan triliun dalam rekening atas nama Yosua.
"Saya ulangi semuanya tuduhan itu adalah tidak benar dan tuduhan tersebut telah sengaja disebarkan untuk menggiring opini yang menyeramkan terhadap diri saya, sehingga hukuman paling berat harus dijatuhkan tanpa perlu mendengarkan dan mempertimbangkan penjelasan dari seorang terdakwa seperti saya," ujarnya. []