News Kamis, 10 Februari 2022 | 20:02

70 Dosen dari 31 Kampus di Tanah Air Soroti Konflik Wadas

Lihat Foto 70 Dosen dari 31 Kampus di Tanah Air Soroti Konflik Wadas Kepolisian tengah berada di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kota Purworejo, Jawa Tengah, Selasa, 8 Februari 2022. (Foto: Ist)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Sebanyak 70 dosen dari 31 kampus dan institusi riset menyoroti tindakan penerjunan ribuan aparat kepolisian ke Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah pada 7-8 Februari 2022. 

Pengerahan aparat disertai dengan berbagai tindakan yang tak jelas legitimasi hukumnya, berkaitan dengan jaringan internet, intimidasi, pemukulan, dan penangkapan puluhan warga Desa Wadas beserta para pendampingnya. 

Tindakan sweeping, bahkan kepada warga yang sedang melakukan istighosah atau pergi beribadah di masjid, menjadi penanda ketidakjelasan aparat penegak hukum bekerja secara profesional. 

Diketahui juga, saat memasuki Desa Wadas, polisi merobek dan mencopoti poster-poster penolakan penambangan di Desa Wadas. 

Tindakan kesewenang-wenangan aparat kepolisian tidak hanya berhenti sampai di sana. Ketika proses pengukuran lahan sedang berjalan pada 8 Februari 2022, aparat kepolisian mendatangi ibu-ibu yang sedang membuat besek di posko-posko jaga dan merampas besek, pisau, dan peralatan untuk membuat besek. 

Kemudian terjadi penghalang-halangan tim kuasa hukum LBH Yogyakarta untuk melakukan pendampingan warga yang ditangkap di Polsek Bener, dengan alasan Covid-19. 

Terjadi pula peretasan akun Instagram LBH Yogyakarta pada 8 Februari 2022.  Ini peristiwa bukan yang pertama, pernah juga terjadi pada 23 April 2021. 

"Atas segala peristiwa di atas, meskipun dikabarkan warga telah dikeluarkan dari penahanan kepolisian, kami para akademisi mengecam keras dan mendorong pertanggungjawaban hukum atas tindakan pengerahan aparat besar-besaran ke Desa Wadas dan serangkaian tindak kekerasan yang dilakukan terhadap warga Desa Wadas," demikian pernyataan bersama para akademisi, Kamis, 10 Februari 2022.

Baca juga: PGI Dorong Pendekatan Kemanusiaan Hadapi Warga Desa Wadas

Mereka menegaskan tidak boleh ada tindakan hukum negara, termasuk aparat kepolisian, yang tak bisa tidak dipertanggungjawabkan. Tiadanya pertanggungjawaban atas peristiwa tersebut melahirkan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah dan aparat penegak hukum. 

Disebutkan, protes yang dilakukan warga Desa Wadas terhadap penambangan batuan andesit untuk proyek pembangunan Bendungan Bener, Purworejo merupakan hak-hak konstitusional, dijamin oleh UUD 1945 dan jelas bukan merupakan pelanggaran hukum. 

Sedangkan pengerahan pasukan besar-besaran tanpa alasan yang jelas, intimidasi, serangkaian tindak pemukulan, perampasan, perusakan yang dilakukan aparat, penangkapan sewenang-wenang, penghalang-halangan tim kuasa hukum mendampingi warga, pemadaman listrik dan jaringan internet termasuk peretasan Instagram LBH Yogyakarta justru bentuk bekerjanya penegakan hukum represif.

"Tidak hanya melanggar hukum, melainkan pula melanggar hak-hak asasi manusia yang dijamin dalam konstitusi dan perundang-undangan," kata Herlambang P. Wiratraman dari Fakultas Hukum UGM yang menjadi narahubung para akademisi tersebut. 

Kemudian, protes warga terhadap rencana pembangunan Bendungan Bener harus direspons pemerintah dengan meninjau kembali rencana pembangunan proyek berdasarkan keberatan warga bukan dengan melakukan berbagai tindakan represif.

Baca juga: YLBHI Bilang Jokowi Terlibat Pengepungan Desa Wadas, Begini Jawaban Moeldoko

"Kami menilai Gubernur Jawa Tengah dan Kapolda Jawa Tengah harus bertanggung jawab atas semua tindakan melanggar hukum yang telah dilakukannya. Tak terkecuali, mendesak Kapolda Jateng segera menarik seluruh pasukan dari Desa Wadas dan bekerja secara profesional, berintegritas, patuh pada prinsip-prinsip negara hukum demokratis. Intimidasi di lapangan, dalam segala bentuknya harus dihentikan, karena tak sejalan dengan perlindungan hak atas rasa aman," tandas Herlambang.  

"Kami juga mendesak, proyek Bendungan Bener ini merupakan bagian Proyek Strategis Nasional (PSN), dan harus ditinjau kembali urgensinya, terlebih dengan cara-cara kekerasan yang menyertai proses pembangunannya. Negara wajib memberi perlindungan dan pemenuhan HAM, serta memastikan semua proses hukum dilakukan tidak bertentangan dengan UUD 1945," katanya kemudian. 

Ditegaskan pula bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak, sebagaimana pula menghargai pilihan warga Desa Wadas untuk tetap menjaga menjadikan lahan pertanian dan wilayahnya dari proyek pembangunan bendungan. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya