Pilihan Rabu, 17 April 2024 | 21:04

Anak Siantar, Azis Boing Sitanggang Profesor Termuda di IPB

Lihat Foto Anak Siantar, Azis Boing Sitanggang Profesor Termuda di IPB Prof Azis Boing Sitanggang. (Foto: Dok. IPB)
Editor: Tigor Munte

SIANTAR - Sebuah panggilan masuk ke telepon seluler pada Selasa, 16 April 2024 siang. Penelpon sangat dikenal, yakni EB Sidabutar, seorang sintua gereja GKPI di Kelurahan Bane, Kecamatan Siantar Utara, Pematangsiantar.

Sidabutar yang juga pemilik kedai kopi, meminta datang ke kedainya persis di sudut perempatan jalan atau tak jauh dari traffic light Jalan Bali/Jalan Sisingamangaraja, Pematangsiantar. Panggilan itu dipenuhi satu jam kemudian. 

Tiba di sana. Setelah ngobrol basa-basi dengan sejumlah rekan dan Sidabutar di kedai kopi tersebut, tak lama muncul Alten Sitanggang.

Pria ini pun tak asing. Karena dia masuk anggota punguan Pomparan Raja Naiambaton atau Parna Kelurahan Bane, di mana penulis dan Sidabutar juga anggota punguan tersebut.

Datang dengan ciri khasnya, murah senyum. Usianya tak lagi muda, 72 tahun. Pensiunan PNS ini tampak sehat di usianya. Badannya masih tampak tegak.

Dia langsung bertutur soal putra bungsunya. Nama lengkapnya, Prof Dr Ing Azis Boing Sitanggang MSc STP. 

Prof Azis adalah dosen Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) Institut Pertanian Bogor atau IPB. 

Dia secara resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar pada Juni 2023, dalam usia 36 tahun 9 bulan. Ini membuatnya sebagai profesor termuda di salah satu perguruan tinggi ternama di Tanah Air tersebut.

"Masukkan dulu dia ke koran lokal," kata Alten. "Memang sudah masuk Kompas dan Detik," sambungnya.

"Bah, kalau sudah masuk media nasional dan besar, buat apalagi masuk media lokal," kataku menjawabnya.

"Pamasuk majo, asa songon na bagak di lokal (Masukkan lah dulu ke media lokal, biar ada inspirasi bagi warga lokal)," katanya.

Sembari sesekali menyeruput kopi yang sudah dipesan, Alten kemudian bercerita bagaimana anak bungsunya tersebut memang sedikit berbeda dengan lima saudaranya yang lain.

Kata dia, Azis langganan juara, baik di bangku SD, SMP, hingga SMA. Azis sendiri disebutnya jarang belajar atau mengulang pelajaran sekolah di rumah. 

Layaknya anak-anak seumuran dia, Azis suka bermain termasuk main bola kaki saat masih SD yang tak jauh dari rumah mereka di Jalan Kain Suji, Kelurahan Bane, Kecamatan Siantar Utara. 

"Jarang belajar di rumah. Daya tangkapnya mungkin cukup kuat saat belajar di sekolah. Dia memang langganan juara. Di SMA 2 Siantar, dia memang juara umum," tutur Alten.

Azis, lahir 13 September 1986 di Timuran, Kabupaten Simalungun. Namun dia tumbuh dan besar di Jalan Kain Suji, Kelurahan Bane, Kecamatan Siantar Utara, Pematangsiantar.

Selepas SD negeri dekat rumah orang tuanya, Azis masuk ke SMP Negeri 7 yang berada di Jalan Sisingamangaraja, Pematangsiantar. Masuk ke SMA Negeri 2 Pematangsiantar, dan diterima di IPB lewat jalur undangan. 

Alten mengaku tidak memberikan perlakuan khusus buat Azis selama mengikuti pendidikan, meski ada les tambahan Bahasa Inggris seperti anak lainnya.

Azis kata Alten, tidak menunjukkan sesuatu yang luar biasa saat lahir maupun dewasa, hingga kini memiliki posisi yang terbilang hebat di lingkaran keluarganya tersebut. 

BACA JUGA: Kenal Dekat Kepala Daerah di Sumut, Bobby Nasution Ketemu Borunya Presiden di IPB

Dia tak punya duit untuk menjadikan Azis menempuh jenjang pendidikan hingga S2 di Taiwan, doktor di Jerman, dan profesor seperti saat ini.

"Darimana duitku," katanya. "Mamaknya pun hanya jualan sayuran di kaki lima Pajak (Pasar)  Parluasan," terangnya. 

Itu sebabnya, saat pengukuhan sebagai guru besar IPB, Alten dan sang istri K br Gultom (69) yang hadir langsung ke kampus IPB di Bogor, tak kuasa menahan tangis dan haru.

Alten Sitanggang, ayah Prof Azis Boing Sitanggang. (Foto: Dok TM)

Dia tak menyangka prestasi putra bungsunya tersebut bisa sejauh itu. “Saya menangis terharu saat pengukuhan. Apalagi kami dihadirkan di depan saat pengukuhan,” katanya.

Dilansir dari laman IPB www.ipb.ac.id, saat ini Prof Azis menjadi dosen Program Studi Teknologi Pangan. Menyelesaikan pendidikan doktoral di Technische Universitat Berlin bidang Chemical and Process Engineering.

Titel profesor yang didapatkannya merupakan hasil dari dukungan berbagai pihak, baik mahasiswa maupun dosen senior, terutama dari Prof Slamet Budijanto, yang saat ini menjadi Dekan Fateta IPB, yang banyak membimbingnya.

“Prof Slamet Budijanto yang menyadarkan saya ternyata ada peluang untuk menjadi profesor. Beliau melihat potensi dan publikasi-publikasi saya selama ini. Menjadi profesor adalah jalan yang kita buka sendiri, sesuatu yang kita siapkan dan harus distrategikan, bukan karpet merah yang telah disiapkan orang lain untuk kita,” tutur pria yang kini punya anak satu buah pernikahan dengan seorang dokter.

Prof Azis fokus meneliti di bidang rekayasa proses pangan, lebih spesifik lagi pada rekayasa pangan fungsional. Ia menjelaskan bahwa ia banyak menggunakan keilmuan rekayasa proses pangan untuk memproduksi ingredien pangan fungsional.

“Pangan fungsional saat ini sedang menjadi tren. Sekarang, orang-orang tidak lagi hanya mengkonsumsi pangan untuk pemenuhan kebutuhan kalori, tapi juga menginginkan adanya manfaat atau dampak yang positif untuk kesehatan dari pangan yang telah dikonsumsi,” jelasnya.

Disebut, dia dan grup penelitiannya mempelajari proses memproduksi peptida bioaktif, yaitu semacam fragmen protein kecil yang terdiri dari 2 sampai 20 asam amino dan memiliki aktivitas fungsional tertentu bagi tubuh, misalnya sebagai antioksidan, komponen pengatur tekanan darah dan lain sebagainya. 

Ia juga menegaskan bahwa yang dia dan grup penelitiannya kembangkan adalah berfokus pada teknologi untuk memproduksi ingredient fungsional, bukan formulasi atau pengembangan produk pangan fungsionalnya.

Prof Azis telah mempublikasikan sebanyak 54 artikel terindeks Scopus. Dalam hasil publikasinya itu, ia bertindak sebagai penulis utama atau kadang kala sebagai corresponding author. 

Ia mengakui dalam satu tahun bisa menghasilkan 10-15 publikasi, bahkan bisa sampai 17 publikasi. Ia menambahkan bahwa data-data yang diperolehnya dalam publikasi tersebut adalah data dari hasil penelitiannya di laboratorium, berkolaborasi dengan banyak mahasiswa, dan tidak diperoleh dalam waktu yang relatif singkat.

Lulusan S2 dari Taiwan ini menuturkan bahwa diperlukan komitmen yang tinggi dalam menggapai titelnya itu sejak 2019. 

Ada tuntutan target jumlah publikasi yang harus dicapai per tahunnya, belum lagi ia harus berkejaran dengan waktu dalam memenuhi tuntutan tersebut.

“Banyak orang berpikir, mudah sekali bagi saya untuk menjadi profesor muda. Padahal tata aturan yang saya lewati untuk menjadi profesor adalah tata aturan sama, yang berlaku bagi orang lain juga. Mungkin yang tidak dipahami banyak orang adalah ada hal-hal yang harus saya korbankan untuk bisa meraih jabatan akademik ini,” ucapnya.

Sebagai pesan untuk mahasiswa yang ingin melanjutkan kariernya di bidang akademik, Prof Azis mengatakan jangan pernah berhenti bermimpi serta jangan ragu untuk berubah. 

Karena pada dasarnya hal yang telah dilalui hanyalah tahapan kehidupan. Ia juga berpesan agar berani keluar dari zona nyaman untuk bisa menggali potensi diri sebesar-besarnya. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya