Jakarta — Pemerintah pusat resmi memberlakukan skema kerja fleksibel bagi aparatur sipil negara (ASN) melalui Peraturan Menteri PANRB Nomor 4 Tahun 2025.
Aturan ini membuka jalan bagi pelaksanaan tugas kedinasan dari mana saja (work from anywhere atau WFA), termasuk dengan jam kerja yang lebih luwes. Namun, langkah ini menuai catatan kritis dari DPR RI.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, mengingatkan agar fleksibilitas kerja tersebut tidak malah menjadi celah yang menurunkan kinerja ASN.
Menurutnya, WFA bisa berdampak negatif jika tidak disertai dengan indikator pengawasan yang jelas.
“Jangan juga dilakukan WFA terus malah tidak kerja-kerja sama sekali, artinya tidak terlihat kinerjanya. Harus ada fungsi KPI (key performance indicator) yang menjadi alat ukur konkret,” tegas Dede kepada wartawan, Kamis, 19 Juni 2025.
Ia merujuk pada pengalaman masa pandemi COVID-19, di mana sistem work from home (WFH) dapat dijalankan tanpa menghambat kelangsungan pemerintahan.
Namun, Dede menyatakan bahwa pengawasan dan semangat kerja tetap harus jadi prioritas, terutama di luar masa darurat seperti sekarang.
WFA Harus Diiringi Pengawasan dan Seleksi Jabatan
Dede juga mengingatkan bahwa tidak semua tugas ASN dapat dijalankan dengan sistem WFA. Terutama pekerjaan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat seperti pelayanan administrasi kependudukan.
“Tidak bisa semua pegawai WFA. Untuk urusan KTP atau layanan lain yang bersifat tatap muka, tetap harus berada di kantor. Skema ini jangan justru mengorbankan kualitas pelayanan publik,” ujarnya.
Fungsi pengawasan, menurutnya, harus dijaga meskipun ASN bekerja dari lokasi yang berbeda.
Dede menyarankan agar metode supervisi berbasis digital, seperti konferensi daring atau laporan terstruktur, dijadikan standar baru dalam pengelolaan ASN di era fleksibilitas.
Sementara itu, Kementerian PANRB menegaskan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari reformasi birokrasi untuk menciptakan model kerja yang adaptif dan efisien.
Deputi Bidang Kelembagaan dan Tata Laksana, Nanik Murwati, mengatakan ASN dituntut menjaga profesionalitas, motivasi, dan produktivitas, meskipun bekerja dari lokasi berbeda.
“Fleksibilitas kerja hadir sebagai solusi atas tantangan kerja yang semakin dinamis. Tapi tidak boleh menurunkan kualitas pemerintahan maupun pelayanan publik,” ujarnya.
PermenPANRB No 4/2025 disahkan pada 16 April dan mulai berlaku 21 April 2025. Regulasi ini menjadi acuan resmi pelaksanaan Flexible Working Arrangement (FWA) di lingkungan instansi pemerintah. Ruang lingkup fleksibilitasnya mencakup:
-
Bekerja dari kantor (WFO),
-
Bekerja dari rumah (WFH),
-
Bekerja dari lokasi tertentu (WFA),
-
Jam kerja yang diatur secara dinamis.
Kementerian menegaskan bahwa kebijakan ini tidak bersifat seragam. Setiap instansi memiliki kewenangan merancang skema kerja fleksibel sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik pekerjaan masing-masing, dengan tetap mengedepankan akuntabilitas dan target kinerja.
Pemerintah juga menyebut bahwa kebijakan ini sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 mengenai efisiensi belanja negara dan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2023 tentang Hari dan Jam Kerja ASN.
Tujuan akhirnya adalah menciptakan birokrasi yang adaptif, efisien, dan selaras dengan kebutuhan ASN yang juga membutuhkan keseimbangan kehidupan kerja dan pribadi.[]