Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri meminta kepada kalangan pengusaha untuk tidak lagi ada yang memberikan suap kepada penyelenggara negara. Sebaliknya, ia juga mengingatkan kepada para penyelenggara negara untuk tidak menerima suap dari para pengusaha.
Hal itu diungkapkan Firli dalam acara penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara KPK dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dalam rangka pencegahan korupsi di Gedung KPK, Jakarta, yang disiarkan melalui kanal Youtube KPK, pada Kamis, 25 November 2021.
"Saya ingin mulai hari ini tidak ada lagi pengusaha yang memberi suap kepada penyelenggara negara dan mulai hari ini pun tidak ada penyelenggara negara yang menerima suap dari pengusaha," kata Firli Bahuri, dikutip Opsi pada Kamis, 25 November 2021.
Firli menuturkan bahwa pada prinsipnya, negara kuat karena ada penguasa dan juga pengusaha. Namun menurutnya, terkadang ada kongkalikong antara penguasa dengan para pengusaha yang ingin mencapai tujuannya dengan segala cara.
"Penguasa dalam hal ini kami garis bawahi adalah penyelenggara negara. Tetapi juga tidak jarang terjadi, penyelenggara negara dan pengusaha sama-sama bermasalah, karena namanya juga pengusaha dia bekerja dengan target `how to achieve the goals?` bagaimana mencapai tujuan?" kata dia.
Firli mengatakan, terkadang untuk mencapai tujuan tersebut para pengusaha melalaikan proses sebagaimana mestinya sehingga dimanfaatkan oleh oknum penyelenggara negara.
"Seketika kita ingin membuka usaha tentu lah tanggalnya jelas, perencanaan jelas, penghasilan jelas, pelaksanaan jelas, termasuk juga pengawasan jelas tetapi dalam pelaksanaannya terkadang terjadi persoalan karena target sudah ditetapkan prosesnya kadang-kadang terganggu," kata dia.
"Biasanya pengusaha selalu upaya selalu usaha karena itu adalah ciri khas dari pengusaha terkadang melalaikan mengabaikan proses yang benar," ujar Firli.
Dari celah itu, Firli mengatakan bahwa para penyelenggara negara kadang memanfaatkan situasi karena kebutuhan kalangan pengusaha. Sehingga muncul potensi terjadinya suap-menyuap antara pengusaha dan penguasa.
"Di situ lah dimanfaatkan oleh para penyelenggara (negara), karena pengusaha butuh penyelenggara negara maka ada kontak penyatuan yang disebut dengan pertemuan antar pikiran pertemuan dengan tindakan, muncul lah disebut dengan suap," kata dia.
Firli menilai, jika ingin mewujudkan kegiatan ekonomi yang lancar, efektif, dan efisien maka praktik suap maupun gratifikasi harus dihilangkan.
"Karena kalau kita ingin mewujudkan kegiatan-kegiatan ekonomi kita lancar, mudah, efektif, dan efisien pasti lah harus kita hindari biaya tinggi, yaitu dengan cara suap tadi harus dihilangkan gratifikasi harus dihilangkan, pemerasan dan kecurangan demi kepentingan harus dihilangkan," ujar Firli. []