Jakarta - Ketua Umum Nasional Coruption Watch (NCW), Hanifa Sutrisna meminta kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi untuk segera melakukan reformasi secara menyeluruh di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hanifah menyarankan agar Jokowi membentuk Panja Khusus atau Satuan Tugas Khusus dalam rangka optimalisasi pengawasan dan pengamanan hak-hak pegawai KPK.
“Kami juga meminta Ketua KPK untuk menarik surat pengembalian Deputi Penindakan dan Eksekusi, serta Direktur Penyelidikan ke Korps Bhayangkara (Polri) karena terindikasi adanya intervensi dan tindakan otoriter,” kata Ketua Umum NCW Hanifa Sutrisna dalam keterangannya, Rabu, 15 Februari 2023.
Ia berpandangan, reformasi menyeluruh dan berkesinambungan itu meliputi keterbukaan informasi dan data secara transparan kepada masyarakat, terutama kepada pers dan lembaga-lembaga pegiat anti korupsi.
Dia menegaskan, hal itu harus dilakukan agar Undang-undang yang ada di negeri ini berjalan sebagaimana mestinya.
“Meruaknya isu pemulangan dua pimpinan KPK ke Polri, kami menganggap bahwa KPK saat ini sedang dalam kondisi carut marut dalam hal penindakan korupsi. Untuk itu, kami perlu bersuara dan menyatakan sikap kepada seluruh masyarakat dan kepada seluruh stakeholder di Indonesia,” ujarnya.
Lebih lanjut, Hanifah menyebut bahwa saat ini KPK sedang dalam keadaan Darurat.
Sebab, kata dia, KPK tidak bisa ‘memulangkan’ Irjen Karyoto selaku Deputi Penindakan dan Eksekusi dan Brigjen Endar Priantoro selaku Direktur Penyelidikan ke Polri melalui surat rekomendasi Ketua KPK Firli Bahuri untuk promosi jabatan.
“Pengembalian pegawai KPK ke instansi hanya bisa dilakukan jika terjadi pelanggaran kode etik atau masa penugasannya telah selesai. Jika ini adalah permintaan dari Ketua KPK kepada Polri, artinya KPK sendiri tidak bisa memberhentikan mereka,” tuturnya.
Pengembalian pegawai KPK itu diduga karena terjadi perselisisan antara Direktur Penyelidikan, Deputi Penindakan dengan Ketua KPK terkait penanganan kasus Formula E.
“Jika penarikan ini memang dilatarbelakangi gesekan tersebut, maka tindakan Firli merupakan suatu hal yang berbahaya. Sebab, penarikan itu menjadi bentuk persoalan non hukum yang mengintervensi penegakan hokum,” katanya.
NCW, kata dia, sependapat dengan Zaenur Rohman selaku Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) yang mengatakan bahwa, baik Deputi Penindakan maupun Direktur Penyelidikan tidak tunduk Ketua KPK. Berdasarkan kode etik, Karyoto dan Endar harus tunduk kepada lembaganya, KPK.
“Jika ini adalah permintaan dari Ketua KPK kepada Polri, artinya KPK sendiri tidak bisa memberhentikan kedua pimpinan tersebut. Mereka harus tunduk pada standar operasional prosedur (SOP) serta peraturan perundang-undangan,” ucapnya.
Dalam perkara ini, Hanifa juga meminta kepada Kapolri Jenderal Lisityo Sigit Prabowo agar Ketua KPK Firli Bahuri menarik surat rekomendasi atas pemulangan Karyoto dan Endar Priantoro ke instansi Korps Bhayangkara.
“Mengingat loyalitas pegawai KPK itu bukan kepada pribadi pimpinan, melainkan loyalitas itu kepada sistem. Mereka harus menolak perintah pimpinan yang bertentangan dengan SOP, peraturan perundang-undangan, maupun kode etik,“ kata Hanifa.[]