News Jum'at, 22 Agustus 2025 | 19:08

Skandal Rp 81 Miliar Pemerasan Sertifikasi K3 Kemenaker: Wamenaker Terima Rp 3 Miliar

Lihat Foto Skandal Rp 81 Miliar Pemerasan Sertifikasi K3 Kemenaker: Wamenaker Terima Rp 3 Miliar Mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan RI, Immanuel Ebenezer atau Noel. (Foto:Istimewa)

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar skandal pemerasan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang telah berlangsung sejak 2019.

Buruh dipaksa menyetor uang demi memperoleh sertifikat K3, sementara dana mengalir deras ke pejabat Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan pihak swasta.

Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut nilai uang yang berhasil dikumpulkan dalam praktik pemerasan itu mencapai Rp 81 miliar.

Dana digunakan bukan untuk peningkatan keselamatan buruh, melainkan dipakai untuk belanja pribadi, hiburan, uang muka rumah, hingga pembelian mobil mewah.

"Pada periode 2019–2024, IBM diduga menerima Rp 69 miliar melalui perantara. Uang itu digunakan untuk belanja, hiburan, DP rumah, setoran tunai, dan penyertaan modal ke perusahaan," ungkap Setyo dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, 22 Agustus 2025.

Selain IBM, sejumlah pejabat lain juga menikmati aliran dana. SB menerima Rp 3,5 miliar sepanjang 2020–2025 dari sekitar 80 perusahaan penyelenggara jasa K3.

Uang digunakan untuk transfer ke pihak lain, belanja, hingga tarik tunai.

Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan (IEG) disebut menerima aliran Rp 3 miliar pada Desember 2024.

Dana tersebut mengalir lewat AK, pejabat subkoordinator di Kemenaker, yang lebih dulu mengumpulkan Rp 5,5 miliar antara 2021 hingga 2024.

Tidak hanya itu, HR menerima Rp 50 juta per minggu, HS mengantongi Rp 1,5 miliar serta sebuah mobil, sementara aliran dana lainnya mengikat pejabat dan swasta yang terlibat.

Dalam operasi senyap ini, KPK menetapkan 11 tersangka, terdiri dari pejabat Kemenaker, termasuk Dirjen Binwasnaker dan K3 Fahrurozi, hingga dua pihak swasta dari PT Kem Indonesia.

Setyo menegaskan, kasus ini menunjukkan betapa panjangnya praktik pemerasan yang menyandera buruh dengan dalih sertifikasi keselamatan kerja.

"Dana yang seharusnya melindungi buruh justru dijadikan bancakan para pejabat," ujarnya.[] 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya