Jakarta - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung menilai bahwa kebijakan Presiden Jokowi untuk menghentikan ekspor minyak goreng dan bahan baku minyak goreng adalah kebijakan shock therapy.
"Di mana memang untuk kondisi saat ini diperlukan, melihat permasalahan minyak goreng sudah berlangsung berbulan-bulan, tepatnya sekitar lima bulan," kata Politisi Partai NasDem itu dalam keterangan visual melalui Instagram, Senin, 25 April 2022.
Apalagi kata dia, sampai saat ini harga yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga pasokan yang ada di pasar belum sesuai dengan apa yang diinginkan kebijakan pemerintah.
"Shock therapy ini kita pahami sebagai langkah untuk mereset keseluruhan alur, baik produksi maupun distribusi, sehingga pemerintah bisa mendapatkan gambaran yang jelas seperti apa sebenarnya permasalahan yang terjadi," terangnya.
Martin mengatakan, bila melihat riwayat rapat-rapat yang dilakukan Komisi VI DPR RI, pihaknya juga pernah merekomendasikan bahwa apabila harga tidak tercapai atau di luar kewajaran masih ada, direkomendasikan agar ekspor minyak goreng dihentikan.
"Ibarat komputer, sudah error maka memang harus direset ulang," kata Martin.
Baca juga:
Bahaya Kontraproduktif Wacana Pidana Mati dalam Kasus Minyak Goreng
Dia lantas meminta para pembantu Presiden Jokowi untuk dengan cepat mengevaluasi keseluruhan tata niaga terkait minyak goreng dan bahan baku minyak goreng. Melihat secara detail mana lubang-lubang kebijakan untuk segera diperbaiki.
"Jika ini bisa dilakukan secara cepat, tentu kita harus melihat kembali kebijakan yang ada atau opsi kebijakan yang bisa dilakukan," katanya.
Martin melihat rekomendasi kebijakan yang disepakati Komisi VI berupa penerapan harga eceran tertinggi (HET), domestic market obligation (DMO), dan domestic price obligation (DPO) masih kebijakan yang paling tepat untuk dilakukan.
"Selama ini kebijakan ini tidak terlaksana, karena memang barangnya tidak dikuasai secara fisik oleh pemerintah," ungkapnya "Sehingga kemudian terjadi manipulasi, diselundupkan, atau tetap dilakukan ekspor ke luar, ini dugaan yang terjadi saat ini," imbuhnya.
Dengan adanya langkah hukum yang dilakukan kejaksaan melihat bahwa praktik-praktik seperti itu sedang diamati.
Karena itu menurutnya agar kebijakan penghentian larangan ekspor ini tidak berlarut-larut yang berpotensi merugikan petani kelapa sawit, harus dilakukan evaluasi secara cepat.
Selain juga melakukan kebijakan-kebijakan menutup lubang terjadinya manipulasi atau ketidaktaatan terhadap kebijakan pemerintah. "Maka larangan ekspor dalam waktu dekat bisa ditinjau ulang kembali," katanya. []