News Sabtu, 17 Agustus 2024 | 15:08

Pencatutan KTP Warga untuk Dukung Bapaslon di Pilkada Jakarta, Consid Minta Bawaslu Bertindak

Lihat Foto Pencatutan KTP Warga untuk Dukung Bapaslon di Pilkada Jakarta, Consid Minta Bawaslu Bertindak Ilustrasi e-KTP. (foto: ist).

Jakarta - Ketua Constitutional Democracy Initiative (Consid), Kholil Pasaribu meminta ketegasan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) terhadap temuan dugaan pencatutan data KTP warga untuk mendukung bakal pasangan calon kepala daerah Pilkada Jakarta 2024.

Dia mengatakan, keadilan penegakan hukum terhadap pelanggaran yang terjadi dalam Pilkada harus ditegakkan secara sungguh-sungguh. Oleh sebab itu, ia berharap Bawaslu segera menindak pelanggaran tersebut.

"Bawaslu harus bertindak cepat dan tegas merespons setiap laporan dan temuan. Jangan bersikap pasif menunggu laporan datang dan memprosesnya secara biasa-biasa saja. Di sinilah fungsi pengawasan melekat Bawaslu bekerja. Keadilan penegakan hukum terhadap pelanggaran yang terjadi dalam Pilkada harus ditegakkan secara sungguh-sungguh," kata Kholil dalam keterangannya, Sabtu, 17 Agustus 2024.

Pendapatnya, pencatutan data penduduk sudah banyak dikeluhkan warga Jakarta. Ia menyebut hal itu merupakan perbuatan yang tidak bisa dibenarkan. 

Jika tindakan tersebut terbukti, lanjutnya, patut dipertanyakan kebenaran jumlah dukungan pasangan calon perseorangan yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta.

Lebih lanjut, dia menuturkan pemberian fotokopi KTP elektronik dan pernyataan dukungan kepada bakal calon perseorangan harus dilakukan dengan kesadaran dan sukarela. 

Apabila ada penduduk yang merasa tidak pernah menyerahkan fotokopi KTP dan memberikan dukungan kepada bakal calon perseorangan maka dukungannya bisa dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS).

Kholil mengungkapkan, satu hal yang harus menjadi perhatian adalah bagaimana bakal pasangan calon perseorangan itu mendapatkan fotokopi KTP elektronik yang berisi data-data kependudukan yang bersifat pribadi.

"Harus diingat bahwa data dukungan yang diberikan oleh pasangan calon perseorangan harus benar-benar diperoleh langsung dari warga," ujarnya.

Penggunaan dokumen yang tidak benar bisa dikategorikan sebagai tindak pidana pemilu yang diancam dengan sanksi pidana. 

Dalam hal ini, dia berharap KPU hati-hati memperlakukan setiap dokumen dan tidak melakukan manipulasi hasil pemeriksaannya. Tindakan manipulasi oleh penyelenggara juga merupakan tindak pidana dalam Pilkada yang diancam dengan pidana.

Maka, sambungnya, peran KPU dalam melakukan verifikasi jumlah dukungan baik pada tahap verifikasi administrasi, terlebih lagi verifikasi faktual menjadi sangat krusial.

KPU dengan kewenangan yang dimilikinya bisa menentukan kebenaran data dan pernyataan dukungan memenuhi syarat (MS) atau TMS.

"KPU harus cermat dan jujur dalam memberikan status terhadap hasil verifikasi terutama yang faktual. Jika saat verifikasi faktual ditemukan ada warga yang merasa tidak pernah memberikan data tersebut harus diberikan status TMS. Petugas pengawas juga harus tegas dan memastikan kerja verifikasi faktual oleh KPU sesuai dengan tata cara dan prosedurnya," tuturnya.

"Harus diakui tahapan verifikasi faktual ini adalah tahapan paling rawan terjadi manipulasi status dukungan. Pengawasan yang dilakukan oleh pengawas pemilu harus bisa menjangkau sampai tahap penginputan data hasil verifikasi faktual ke dalam sistem oleh petugas KPU," katanya menambahkan.

Jika itu tidak bisa diawasi maka celah terjadinya kecurangan manipulasi status dukungan tetap terbuka lebar.

Oleh karena itu, Kholil menegaskan banyaknya keluhan warga Jakarta yang merasa tidak pernah memberikan KTP elektronik sebagai bentuk dukungan kepada bakal calon perseorangan perlu disikapi dengan sangat serius.

"Apa yang terjadi di Jakarta sangat besar peluangnya terjadi di daerah lain yang ada bakal calon perseorangan. Ada dua hal besar yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh," tutur Kholil.

Pertama, soal KTP elektronik warga yang merasa tidak pernah memberikannya untuk dijadikan syarat pemenuhan dukungan calon perseorangan kepala daerah.

Kedua, kebenaran hasil verifikasi faktual yang dilakukan oleh KPU terhadap dukungan yang diberikan di mana warga tersebut merasa tidak pernah menyerahkan fotokopi KTP elektronik.

Terhadap dua hal itu, tambah Kholil, maka setiap warga yang ber-KTP Jakarta harus memeriksa data dirinya melalui link info pemilu apakah masuk memberikan dukungan atau tidak.

Kedua, saat yang sama jika ditemukan data dirinya diambil, bisa melaporkan kepada pihak kepolisian terhadap dugaan pencurian data pribadi.

Ketiga, warga Jakarta bisa melaporkan segera ke badan pengawas pemilu terhadap adanya pelanggaran yang dilakukan oleh KPU dalam melakukan verifikasi. Keempat, dalam situasi seperti ini badan pengawas pemilu harus mengambil langkah yang lebih progresif dengan membuka posko pengaduan di setiap jenjang pengawasan.

"Hasil pengawasan atau temuan yang diperoleh haruslah segera diproses mengingat waktu pendaftaran balon kepala daerah sudah semakin dekat," ucap Kholil.[]

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya