Netizen Selasa, 19 Juli 2022 | 19:07

Polres Simalungun Dituduh Bertindak Represif terhadap Masyarakat Adat Lamtoras

Lihat Foto Polres Simalungun Dituduh Bertindak Represif terhadap Masyarakat Adat Lamtoras Warga masyarakat adat Lamtoras melakukan aksi blokir jalan di Buntu Pangaturan, Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara. (Foto: Dok)
Editor: Tigor Munte

Simalungun - Aparat Polres Simalungun yang diduga bertindak represif terhadap masyarakat adat Lamtoras di Buttu Pangaturan, Nagori Dolok Saribu, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara.

Kamis, 14 Juli 2022 pukul 17.15 WIB, dua orang pemuda adat Lamtoras Sihaporas mengantar bibit pohon menuju Sihaporas (Sopo Lamtoras) di lokasi Simaherher. 

Tiba-tiba Samuel  Sinaga, seorang warga Nagori Dolok Saribu, Kecamatan Dolok Pardamean, Kabupaten Simalungun yang sehari-hari sebagai pengawas alat berat kontraktor PT Toba Pulp Lestari atau TPL menghentikan mobil yang mengangkut bibit. 

Samuel Sinaga menuduh pemuda adat Sihaporas pelaku pembakaran hutan pinus, memasang paku di jalan, dan mengatakan bahwa tanah adat Lamtoras bukan tanah leluhur Lamtoras. 

Pukul 17.30 WIB, dua pemuda adat tersebut menelpon warga Lamtoras, mengabarkan kejadian yang mereka alami atas sikap dan pernyataan Samuel Sinaga.

Pukul 17.40 WIB, Masyarakat Adat Lamtoras mulai berkumpul di lokasi Buttu Pangaturan, pukul 18.00 WIB warga mulai memblokade jalan yang biasa dilalui kendaraan PT TPL. 

Aksi blokade jalan tersebut sebagai bentuk permintaan agar Samuel Sinaga hadir ke lokasi dan mempertanggungjawabkan ucapannya.

Pukul 19.00 WIB, Kapolsek Sidamanik Ely Nababan menelepon salah seorang warga Lamtoras memberitahukan bahwa aksi mereka telah dilaporkan PT TPL ke Polres Simalungun. 

Kapolsek Sidamanik menanya asal muasal terjadi aksi blokade jalan. Oleh warga meminta supaya Samuel Sinaga hadir dan meminta maaf atas ucapannya kepada warga Lamtoras sesuai dengan hukum adat Lamtoras. Masyarakat Adat Lamtoras terus berjaga di lokasi.

Pada Jumat, 15 Juli 2022 pukul 13.30 WIB, seorang intel polisi dan tentara datang menemui warga di lokasi blokade jalan.

Masyarakat Adat Lamtoras mendesak agar petugas menghadirkan Samuel Sinaga. Personel polisi dan tentara tersebut pun pulang. 

Pukul 16.45 WIB, satu unit truk pengangkut kayu PT TPL datang tiba-tiba dengan kencang. Kemudian truk tersangkut di kayu pinus yang tergeletak di jalan. Sopirnya kabur meninggalkan truk.

Pada Senin, 18 Juli 2022 pukul 14.20 WIB, personel Polres Simalungun dan Kapolsek Sidamanik tiba di wilayah adat Lamtoras sekitar 30 orang. 

Mereka hadir atas laporan PT  TPL bahwa masyarakat adat menyandera orang dan mobil PT TPL di wilayah adat Lamtoras, yakni di Buttu Pangaturan. 

Perempuan adat yang berada di lokasi blokade menentang keras atas tuduhan tersebut. Mereka menjelaskan kejadian sebenarnya.

Pada Jumat, 15 Juli 2022 pengemudi mobil truk pengangkut kayu berusaha menerobos blokade jalan dan nyaris menabrak warga yang berjaga di lokasi Buntu Pangaturan. 

Karena mengebut sehingga tidak bisa mengendalikan kemudinya sehingga nyangkut  di batang kayu. Kemudian sopir truk pergi meninggalkan truknya. Atas penjelasan itu kemudian polisi meninggalkan lokasi.

Pukul 16.35 WIB, polisi bersama pihak PT TPL datang sekitar kurang lebih 50 orang dan di antara mereka ada Kapolsek Sidamanik. Mereka menanyakan hak atas tanah kepada warga.

"Mengapa masyarakat Sihaporas mengatakan ini sebagai tanah adatnya dan apa buktinya," kata mereka.

Kemudian menanyakan kembali soal keberadaan mobil warga. Masyarakat kembali menjelaskan kronologis keberadaan mobil dan masyarakat meminta kepolisian hadir besok  hari karena saat itu sudah menjelang malam.

Warga meminta Samuel Sinaga sebagai akar persoalan yang menghina dan melecehkan nenek moyang Sihaporas sebagai pewaris tanah untuk dihadirkan.

Dia dituntut minta maaf secara hukum adat. Kapolsek mengamini tuntutan masyarakat dan mereka meninggalkan lokasi.

Pukul 19.00 WIB, polisi bersama rombongan PT TPL tiba-tiba menyerang posko dengan jumlah sekitar 20 mobil.

Tiga diantaranya mobil karengkeng, dua mobil di antaranya bertuliskan polisi. Rombongan mereka datang ke lokasi blokade Buntu Pangaturan. 

Baca juga:

Masyarakat Adat Lamtoras Blokir Jalan, PT TPL Mengadu ke Polres Simalungun

Polisi dan pihak PT TPL merusak portal. Tanpa ada komunikasi dengan warga. Salah seorang dari perempuan adat, Nurinda Napitu menanyakan mengapa portal dipotong.

Kemudian dijawab dengan mengarahkan mesin pemotong kayu ke arah wajah perempuan adat tersebut.

Melihat seorang perempuan adat nyaris hampir dilalap mesin pemotong kayu, secara spontan warga langsung serentak bergerak untuk mengusir paksa rombongan polisi dan PT TPL.

Pukul 19.35 WIB, rombongan polisi meninggalkan lokasi blokade. Sementara warga Lamtoras masih terus berjaga di lokasi.

Sikap 

Atas insiden yang terjadi di Buntu Pangaturan, masyarakat adat yang tergabung dalam Lembaga Adat Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) bereaksi.

Mereka menyebut telah mendiami dan mengusahai wilayah adatnya sejak Opung Mamontang Laut Ambarita tiba di Sihaporas. 

Oleh keturunannya mewarisi wilayah adat sebagai titipan leluhur tersebut hingga saat ini sudah 11 generasi dan yang akan datang. 

Aksi warga masyarakat adat di Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara, yang menuntut penutupan PT TPL. (Foto: Ist)

Masyarakat Adat Lamtoras menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian, seperti menyadap aren, kopi, tanaman hortikultura, padi, dan jenis tanaman lainnya. 

Sedangkan hutan dijaga kelestariannya karena dianggap sakral, sumber obat-obatan, dan ramuan untuk ritual, serta air bersih.

Namun sejak hadirnya PT Inti Indorayon Utama dan kini berganti nama menjadi PT Toba Pulp Lestari (TPL), tanpa pemberitahuan dan persetujuan Masyarakat Adat Lamtoras wilayah adat Sihaporas pun dihancurkan. 

Wilayah adat yang berisi hutan, sungai, makam leluhur, areal perladangan, serta perkampungan diganti menjadi areal tanaman monokultur eucalyptus oleh PT TPL. 

Aktivitas perusahaan tersebut secara langsung merugikan masyarakat adat, mulai dari tercemarnya sumber air bersih akibat pupuk dan pestisida kimia yang masif ditabur untuk merawat tanaman, kerugian secara ekonomi akibat kerusakan tanaman pertanian. 

Masyarakat adat yang menolak dihadapkan dengan aparat bersenjata dan pihak perusahaan dengan represif. 

Tindakan kekerasan dan kriminalisasi secara berulang pun dialami mereka, yakni ada 9 orang dikriminalisasi, dengan tuduhan mengusahai hutan negara atau konsesi PT TPL, tanpa izin pemerintah.

Intimidasi dan sikap arogan pihak perusahaan dan aparat kepolisian terus dialamatkan kepada Masyarakat Adat Lamtoras. 

Pada Senin, 18 Juli 2022 ratusan aparat Polres Simalungun, aparat TNI, dan karyawan PT TPL berupaya mengusir aksi blokade Lamtoras yang dibuat untuk menghentikan aktivitas PT TPL tanpa seizin Lamtoras. 

Beberapa orang perempuan adat mengalami luka-luka akibat terjatuh demi menghindari mesin pemotong kayu yang diarahkan ke wajah. 

Seturut dengan itu, Barisan Pemuda Adat Nusantara (BPAN) Lamtoras meminta dihentikan tindakan kekerasan dan intimidasi yang ditujukan kepada Masyarakat Adat Lamtoras.

Hentikan seluruh aktivitas PT TPL di wilayah adat Lamtoras. Aparat Kepolisian Simalungun harus bertindak secara profesional dan mengedepankan persuasif kepada Masyarakat Adat Lamtoras.

"Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk segera mengeluarkan klaim hutan negara dan konsesi PT TPL dari wilayah adat Lamtoras," tukas Hitman Ambarita dari Masyarakat Adat Lamtoras dalam pernyataan sikapnya.

Opsi.id belum menerima keterangan dari Polres Simalungun atas tuduhan tindakan refresif aparat di lapangan tersebut. []

 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya