Jakarta - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi atau MK Prof Saldi Isra membeberkan perjalanan permohonan uji materi soal sistem pemilu proporsional terbuka di dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Hal ini disampaikannya selepas MK membacakan putusan permohonan pada Kamis, 15 Juni 2023.
MK memutuskan menolak permohonan seluruhnya pemohon untuk menguji sistem proporsional terbuka. Artinya, Pemilu 2024 tetap dengan proporsional terbuka.
Sebelumnya, Denny Indrayana membuat heboh dengan menyebut mendapat bocoran bahwa MK sudah memutuskan bahwa pemilu kembali proporsional tertutup, yakni hanya coblos partai.
Denny mengklaim mendapat informasi dari sumber kredibel. Dan bocoran itu diungkapnya di Twitter, hingga menimbulkan kegaduhan dan respons luas.
"Kami hanya mau menceritakan perjalanan kasus ini, perjalanan permohonan ini sampai kemudian respons kami terhadap apa yang dikemukakan oleh Profesor Denny Indrayana," kata Saldi mengawali keterangan pers di gedung MK,
Disebutnya, perkara diajukan ke Mahkamah Konstitusi pada tanggal 14 November 2022. Kemudian diregistrasi pada tanggal 16 November 2022 dan sidang pendahuluannya 23 November 2022.
Lalu ada sidang perbaikan 17 Desember 2022. Setelah itu sambung dia, proses sidang masuk ke tahap pleno.
"Di kita, di Mahkamah Konstitusi di kalangan hakim memang ada pembahasan intens setelah selesai sidang. Sidang pendahuluan perbaikan, Apakah perkara yang diajukan ke MK itu diajukan ke kita itu mau diputus tanpa pleno atau diputus setelah mendengar keterangan pihak-pihak dalam perkara ini," katanya. "Ini salah satu yang kita sepakati dibawa ke pleno," tukasnya.
Karena dianggap menyangkut soal yang sangat strategis dan Mahkamah Konstitusi merasa perlu mendengar keterangan pihak-pihak tentang sistem pemilihan umum di mana kemudian memancing perhatian terutama pihak-pihak yang akan terdampak dengan permohonan tersebut.
"Dan perlu dikemukakan, persidangan yang dimulai sejak 23 November 2022 itu baru berakhir secara faktual sidangnya tanggal 23 Mei 2023," katanya menegaskan.
Pada sidang terakhir itu disampaikan oleh Ketua Panel yang juga Ketua MK Anwar Usman bahwa sesuai dengan ketentuan hukum acara, pihak-pihak diberikan kesempatan untuk menyampaikan kesimpulan.
Penyampaian kesimpulan batas akhirnya 31 Mei 2023. Artinya kata Saldi, sampai tanggal 31 Mei 2023, belum ada posisi hakim dan belum ada RPH (rapat permusyawaratan hakim) untuk membahas perkara ini.
"Jadi belum ada sama sekali. Kapan kami melakukan mulai membahas, tanggal 31 Mei itu berkas lengkap dikirim ke hakim. Nah, hakim akan membaca lalu kemudian meneruskan dengan membuat posisi hukum masing-masing. Yang sering disebut LO atau legal opinion," terangnya.
Setelah itu dibaca, baru kemudian kepala panitera akan menanyakan kepada para hakim kapan kira-kira diagendakan persidangan untuk membahas perkara dan memutuskan.
"Nah, kami baru memulai membahas perkara ini pada tanggal 5 Juni 2023. Tapi belum ada posisi hakim. Jadi memulai melakukan pemanasan pembahasan yang intensif itu kami lakukan tanggal 7 dan pada hari itu tanggal 7 Juni yang bisa dilihat di putusan, hari itulah baru diputuskan posisi masing-masing hakim dan ketika dilakukan RPH pada tanggal 7 Juni itu sidang RPH hanya dihadiri oleh 8 hakim konstitusi," katanya.
BACA JUGA: Mahkamah Konstitusi Laporkan Denny Indrayana, Dorong Polisi Objektif
Salah seorang hakim MK kala itu sedang berdinas ke luar negeri. "Kapan diputus, kapan diucapkan, diputusnya tanggal 7, diucapkan tanggal 15. Jadi seminggu yang lalu. Artinya apa, sebelum tanggal 7 Juni belum ada putusan dan belum ada posisi hakim," terangnya.
Mengapa ini menjadi poin penting kata Saldi, karena ada yang berpendapat sejak tanggal 28 Mei 2023 sudah ada putusan dan posisi hakimnya 6: 3.
"Posisi hakimnya 6:3, katanya enam mengabulkan (permohonan untuk sistem proporsional tertutup) dan tidak mengabulkan tiga. Hari ini kami perlu menjelaskan ini, bahwa pendapat itu merugikan kami secara institusi, seolah-olah kami membahas itu dan itu bocor keluar diketahui oleh pihak luar," bebernya.
Faktanya kata dia, putusan itu baru terjadi tanggal 7 Juni 2023. Sebelum tanggal 7 itu belum ada posisi hakim dan belum ada putusan.
"Ini sekaligus mengoreksi karena orang mengatakan sudah ada itu sejak berbulan-bulan lalu. Nah, sekarang yang terakhir yang agak luas liputannya itu kan apa yang dikemukakan oleh Profesor Denny Indrayana. Kami mau mengatakan, tidak benar tanggal dalam cuitan atau unggahan," tegasnya.
Kemudian, dalam unggahan itu dikatakan posisi hakimnya 6:3, tidak benar. Karena posisi hakim ternyata 7:1.
"Jadi sidang pengambilan keputusan itu, RPH pengambilan keputusan itu hanya diikuti oleh 8 hakim konstitusi, jadi tidak sembilan," ujar Saldi.
Disebut mengapa baru hari ini direspons, menurut Saldi, demi menjaga fokus hakim dan tidak ingin diganggu oleh situasi.
"Jadi suasana ketika hakim bikin posisi hukumnya itu, kami tidak ingin diganggu. Kedua, kalau kami memberikan respons awal, nanti orang akan bisa menafsirkan oh posisi hakim ini begini, posisi hakim ini begini dan kami sengaja menghindari itu makanya kami memilih hari ini kami merespons," ungkapnya. []