Hukum Minggu, 10 April 2022 | 10:04

YLBHI: Hentikan Revisi Kedua UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Lihat Foto YLBHI: Hentikan Revisi Kedua UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Badan Legislasi DPR RI. (Foto: Ist)
Editor: Tigor Munte

Jakarta - Badan Legislasi DPR RI menggelar rapat kerja bersama Pemerintah pada 7 April 2022 membahas RUU Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). 

Badan Legislasi DPR RI menargetkan pembahasan revisi UU P3 selesai sebelum masa persidangan DPR saat ini berakhir, 14 April 2022.

Merespons itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia menyatakan bahwa Revisi UU P3 merupakan upaya DPR RI dan Pemerintah untuk mensiasati UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusan Nomor: 91/PUU-XVIII/2020. 

"Siasat ini untuk memberikan justifikasi terhadap UU Ciptaker," kata Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur dalam siaran persnya diterima Minggu, 10 April 2022. 

Dia menilai Pemerintah dan DPR bertindak di luar aturan main negara hukum dimana putusan MK bersifat mengikat semua orang (erga omnes) khususnya bagi Pemerintah. 

Pemerintah dan DPR RI seharusnya mematuhi Putusan MK Nomor: 91/PUU-XVIII/2020 untuk melakukan perbaikan terhadap UU Ciptaker dalam dua hal, yaitu melibatkan partisipasi masyarakat secara sungguh-sungguh dan menyesuaikan metode penyusunan UU Ciptaker dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Baca juga:

YLBHI: Bau Busuk Penundaan Pemilu Bangkainya Sudah di Depan Mata

Disebut bahwa revisi UU P3 tidak seharusnya dilakukan secara sporadis dan tergesa-gesa hanya karena ingin memberi justifikasi terhadap UU Ciptaker, karena proses revisi ini akan mengulangi kesalahan yang sama dengan proses penyusunan UU Ciptaker dan revisi UU KPK yang mencederai partisipasi masyarakat. 

Selain itu, revisi terbatas UU P3 yang masuk melalui jalur non-prolegnas/daftar kumulatif terbuka sangat membahayakan sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia, karena semestinya dibuat secara hati-hati dengan semangat perbaikan sistem peraturan perundang-undangan. 

Revisi UU P3 secara mutatis-mutandis tidak akan mengubah keadaan inkonstitusionalitas bersyarat UU Ciptaker karena Indonesia menganut asas non-retroaktif, yaitu suatu peraturan perundang-undangan tidak boleh berlaku surut.

"Kami mendesak DPR RI dan Pemerintah menghentikan semua proses Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang saat ini sedang berjalan dan mematuhi Putusan MK Nomor: 91/PUU-XVIII/2020 dengan melakukan perbaikan terhadap UU Ciptaker dan melibatkan partisipasi masyarakat secara bermakna," tegas Isnur. []

 

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya