Jakarta - Kuasa hukum Richard Eliezer (Bharada E), Deolipa Yumara mengaku sudah bertemu dan berbicara delapan jam dengan kliennya itu terkait kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J) di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, Jumat, 8 Juli 2022 lalu.
Deolipa tidak memungkiri, kliennya itu memang terlibat dalam kasus ini. Akan tetapi, ia tegaskan bahwa Bharada E tidak punya motif untuk membunuh Brigadir J.
Jadi, dengan kata lain Bharada E hanya menjalankan perintah untuk mengeksekusi Brigadir Yosua di kediaman Sambo.
Baca juga: Kuasa Hukum Bharada E Sebut Ada Pelaku Lain Pembunuhan Brigadir Yosua
"Secara prinsip dia enggak punya motif untuk membunuh. Jadi secara kejiwaan enggak ada motif dia untuk membunuh," kata Deolipa dikutip dari kanal Youtube MetroTV, Minggu siang, 7 Agustus 2022.
"Makanya, kita bisa simpulkan bahwasanya tentunya ada perintah," ujar Deolipa lagi.
Deolipa Yumara, Kuasa hukum Richard Eliezer (Bharada E)
Deolipa pun mengaku sudah mengetahui orang ataupun pihak-pihak yang memerintahkan kliennya untuk menghabisi nyawa Brigadir J.
Namun, karena kasus ini masih dalam penyidikan, dirinya belum bersedia mengungkap aktor tersebut ke publik.
"Sudah (aktor), tapi karena kepentingan justisia ini kami simpan, karena kepentingan penyidikan ya. Jadi kami tidak bisa buka ke publik tapi kami simpan sebagai bahan kami," kata dia.
Baca juga: Sangat Privat, Ini Isi Surat Bharada E untuk Keluarga Brigadir Yosua
Deolipa pun mengaku ditunjuk langsung oleh pihak Bareskrim Polri sebagai kuasa hukum Bharada E yang baru.
Maka itu, Deolipa mengungkapkan, dia akan terlebih dahulu membangun psikologis kejiwaan Bharada E, untuk selanjutnya dapat diajukan sebagai justice collaborator.
"Semuanya diceritakan kepada kami secara gamblang, apa yang terjadi, dan yang terjadi ini sifatnya adalah informal, di mana kami mendapatkan cerita tidak sebagai projusticia, tetapi sebagai informal dari Bharada E diceritakan kepada kami," kata dia.
Dalam kasus ini, polisi sudah mengumumkan satu tersangka pembunuhan, Bharada E. Sopir Ferdy Sambo itu dijerat dengan Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHPidana, dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun. []