Jakarta – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan terbuka terhadap revisi Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas).
Pernyataan ini disampaikan menyusul maraknya aksi ormas yang dinilai menyimpang dan meresahkan publik.
“Banyak peristiwa ormas yang kebablasan. Mungkin perlu ada pengawasan lebih ketat, terutama dalam hal keuangan dan audit,” ujar Tito di Jakarta, Jumat, 25 April 2025.
Menurut Tito, transparansi dana menjadi titik lemah yang rawan disalahgunakan. Ia menyoroti potensi penyimpangan di level akar rumput akibat alur keuangan yang tidak jelas.
Meski mengakui ormas sebagai bagian penting dalam demokrasi, Tito menegaskan kebebasan berserikat tak boleh dijadikan kedok untuk intimidasi, pemerasan, atau kekerasan.
Ia mengingatkan bahwa tindakan sistematis yang diperintahkan oleh organisasi bisa dikenai pidana korporasi.
Tito juga menyebut UU Ormas yang disusun pascareformasi 1998 memang memberi ruang luas bagi kebebasan sipil.
Namun, ia menilai sejumlah ormas kini menyalahgunakan status tersebut untuk kepentingan kekuasaan dengan cara koersif.
“Setiap undang-undang itu dinamis. Bisa saja diubah sesuai perkembangan situasi,” katanya.
Meski membuka ruang revisi, Tito menegaskan proses tetap harus melalui DPR sebagai lembaga yang berwenang.
“Kalau ada usulan dari pemerintah, diserahkan ke DPR. DPR yang membahas dan memutuskan,” ucapnya.
Tito juga menyoroti pentingnya penegakan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan ormas.
Ia merujuk pada kasus pembakaran mobil polisi di Depok sebagai contoh aksi kriminal yang harus diproses secara pidana.
Isu premanisme berkedok ormas turut menjadi perhatian Komisi III DPR setelah muncul dua kasus mencolok di Subang dan Depok dalam beberapa waktu terakhir.[]