News Sabtu, 02 Juli 2022 | 12:07

Kontribusi Tambang dalam Kerusakan Lingkungan dan Ruang Hidup Kian Mengerikan

Lihat Foto Kontribusi Tambang dalam Kerusakan Lingkungan dan Ruang Hidup Kian Mengerikan Warga Kabupaten Dairi, Sumatra Utara melakukan aksi ke kantor DPRD dan Bupati setempat, Kamis, 30 Juni 2022. (Foto: Ist)
Editor: Tigor Munte

Jakarta -  Sidang banding oleh Kementerian ESDM atas putusan Komisi Informasi Publik (KIP) tentang data tambang PT Dairi Prima Mineral (DPM) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta akan diputus pada 5 Juli 2022.

Sidang sudah berlangsung sebanyak enam kali. Sebelumnya, pada 20 Januari 2022, Majelis Hakim Komisioner KIP membacakan putusan perkara nomor: 025/XI/KIP-PS-A/2020, dan putusan perkara nomor: 039/VIII/KIP-PS-A-2019. 

Putusan KIP tersebut mewajibkan Kementerian ESDM membuka kepada publik dokumen perjanjian lima korporasi pemegang PKP2B, yaitu PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin, PT Berau Coal (BC), PT Multi Harapan Utama (MHU), dan PT Kideco Jaya Agung; dan salinan kontrak karya dari PT Dairi Prima (DPM). 

Selama enam kali proses persidangan, pihak Kementerian ESDM tetap bersikeras menganggap bahwa informasi data perusahaan tambang merupakan informasi yang harus ditutup. 

Selama proses persidangan, Kementerian ESDM menunjukkan beberapa bukti, tapi bukti yang diajukan Kementerian ESDM mengatakan bahwa informasi tambang adalah data yang harus dibuka.

Judianto Simanjuntak dari tim hukum gugatan sengketa informasi warga mengatakan, selama dalam persidangan pihak Kementerian ESDM selalu berdalih bahwa  informasi yang dimohonkan oleh warga merupakan informasi yang dikecualikan sehingga harus tertutup. 

Menurut dia, dalil Kementerian  ESDM tersebut keliru dan menyesatkan. Padahal hal ini menyangkut keselamatan lingkungan hidup dan warga di Kabupaten Dairi, Sumatra Utara dan Kalimantan Timur. 

Sebaliknya dalil dan argumentasi dari pihak warga menunjukkan bahwa dokumen Kontrak Karya dan PKP2B merupakan informasi publik yang bersifat terbuka.

"Sebab hal ini merupakan hak asasi warga negara yang dijamin dalam UUD 1945, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan UU Nomor 14 Tahun 2008,” ujar Judianto dalam keterangan pers, Jumat, 1 Juli 2022.

Baca juga:

Bakumsu: Kementerian ESDM Tutupi Kontrak Karya PT DPM adalah Tindakan Oportunis

Dikatakannya, usaha pertambangan dalam bentuk apapun memiliki dampak bagi lingkungan dan kehidupan makhluk hidup di atasnya. 

Untuk itu, sudah seharusnya warga Dairi dan Kalimantan Timur berhak tahu atas dokumen enam perusahaan tambang yang disengketakan.

M Rafiq, warga Desa Sepaso, Kutai Timur yang ikut memberikan keterangan pers mengatakan, sekuat apapun PT KPC adalah tamu di tanah mereka.

Seharusnya seorang tamu kata Rafiq, tidak kelewat kurang ajar, sebelum tuan rumah tidak ramah lagi. 

"Kami sudah mengalami dampak buruk dan akan berlangsung jangka panjang. Perusahaan tambang sudah membuat kami menderita, jangan menyerobot lahan kami secara semena-mena,” kata Rafiq. 

Hal sama dicetuskan Nur Aziza, warga Sangatta, Kutai Timur. Dia bertutur, banjir, jalan longsor, dan sungai yang rusak adalah ancaman nyata yang sedang terjadi saat ini. 

"Kontribusi tambang dalam kerusakan lingkungan dan ruang hidup semakin lama semakin mengerikan,” ungkap Nur.

Ikut menimpali Serly Siahaan, warga Dairi, Sumatra Utara. Kata dia, warga Dairi telah melalui proses panjang untuk mendapatkan informasi seputar tambang PT DPM.

KIP sudah membantu agar warga mendapatkan hak atas informasi dengan memenangkan permohonan mereka.

Baca juga:

Warga Dairi Demo soal Kontrak Karya PT DPM, DPRD dan Bupatinya Cuek

Disayangkan, Kementerian ESDM justru mengajukan banding di PTUN Jakarta.

PT DPM sendiri telah melakukan banyak aktivitas di tanah Dairi, tapi warga tidak mendapatkan informasi apapun atas aktivitas pertambangan tersebut. 

"Padahal pertambangan sudah mengganggu aktivitas masyarakat, banyak pertanian sudah terganggu, termasuk sumber air. Sesama warga juga terjadi konflik horizontal,” tutur Serly.

Koordinator Jatam Nasional Melky Nahar mengatakan, langkah pemerintah yang menutup rapat dokumen perusahaan tambang, hingga tak mematuhi putusan hukum atas sengketa informasi yang dimenangkan warga, menunjukkan betapa menguatnya konflik kepentingan antara pemerintah dan korporasi. 

Dan hal itu kata dia, menambah daftar keistimewaan bagi korporasi tambang, setelah sebelumnya berhasil mengesahkan revisi UU Minerba dan UU Cipta Kerja, serta sejumlah insentif lainnya. 

"Dengan demikian, pemerintah, tidak sedang bekerja melayani rakyat, melainkan mengabdi bagi korporasi tambang yang, sebagian pemiliknya memiliki relasi politik dan ekonomi yang kuat dengan otoritas kekuasaan,” ujar dia.

Disebutnya, perilaku Kementerian ESDM yang mengajukan banding ke PTUN Jakarta berkebalikan dengan pernyataan Presiden Jokowi yang berkali-kali menyebut bahwa Indonesia akan serius melakukan transisi energi. 

Keputusan banding Majelis Hakim PTUN akan menjadi sinyal tentang keseriusan pemerintah dalam menjalankan transisi energi.

Baca juga:

Ephorus HKBP Dukung Perjuangan Warga Dairi Terkait Sengketa Data Tambang

Sarah Agustio dari Trend Asia menyebutkan, Kementerian ESDM dan Presidennya sangat bertolak belakang. 

Terkait informasi publik, warga mencoba menyelamatkan ruang hidup dengan mengakses informasi data tambang.

Majelis hakim PTUN dalam putusannya ujar Sarah, harus menjamin terwujudnya keadilan dan partisipasi publik. Karena yang terlihat sekarang, masyarakat selalu dijauhkan dari akses terhadap keadilan dan partisipasi.

"Di Kalimantan Timur, ada warga yang buka pintu belakang rumah langsung tambang, tapi untuk mendapatkan informasi pertambangan dia harus pergi ke Jakarta," katanya. 

Berkaitan dengan pertemuan G20, Pemerintah Indonesia mengatakan akan serius melakukan transisi energi. 

Namun kenyataannya sampai sekarang, tambang masih menjadi panglima besar dalam energi di Indonesia. 

"Keputusan PTUN nanti akan menjawab sejauh mana komitmen Indonesia dalam transisi energi,” tandas Sarah. []

Berita Terkait

Berita terbaru lainnya